Kemenkominfo: Belum Ada Pertanda First Media dan Internux Akan Bayar Tunggakan

Duwi Setiya Ariyanti
Selasa, 18 Desember 2018 | 09:43 WIB
Logo layanan internet nirkabel Bolt/bolt.id
Logo layanan internet nirkabel Bolt/bolt.id
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Informatika masih menunggu cicilan tunggakan dari PT First Media Tbk. dan anak usahanya, Internux.

Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika Ferdinandus Setu mengatakan pihaknya masih menanti cicilan tunggakan dari First Media dan Internux. Dia menyebut komitmen untuk memulai pembayaran cicilan seharusnya dimulai pada Desember.

Kendati pengujung Desember semakin dekat, dia menyebut belum ada tanda-tanda dari perusahaan untuk membayar cicilan tunggakan.

Hari ini adalah tepat sebulan dari waktu jatuh tempo pembayaran tunggakan biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi di 2,3 GHz.

First Media menempati zona 1 dan 4 yang mencakup wilayah Sumatra bagian utara, Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi juga Banten. Sejak 2016, perusahaan belum melunasi tagihan sebesar Rp364,8 miliar.

Kemudian, anak usaha First Media, yakni Internux juga belum memenuhi kewajiban pembayaran BHP frekuensi sejak 2016 sebesar Rp343,5 miliar

Proses penindakan pun masih menggantung setelah First Media dan Internux mengirimkan proposal kepada Kementerian Kominfo berupa tawaran mekanisme pembayaran tunggakan yang diterima pada 19 November. Akibat proposal tersebut, keputusan Pemerintah untuk mencabut Izin Penggunaan Frekuensi Radio (IPFR) berubah.

Dalam Peraturan Menteri No.9/2018 tentang Ketentuan Operasional Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio pasal 21 disebutkan bila tagihan belum dilunasi, pemerintah berhak mencabut izin penggunaan frekuensi.

Lebih lanjut, kewajiban pembayaran BHP frekuensi maksimal 24 bulan setelah jatuh tempo. Bila tunggakan tak kunjung dilunasi, pencabutan izin pita frekuensi radio dilakukan setelah sanksi administrasi dan pengenaan denda dilakukan.

Sayangnya, tunggakan yang seharusnya berakhir dengan pencabutan IPFR itu masih menggantung. Dia menuturkan pembayaran cicilan ini akan menjadi kesimpulan apakah pemerintah akan mencabut IPFR.

"Kami mau melihat mereka melakukan komitmen atau tidak. Sebelum kami ambilkan keputusan. Sampai saat ini sih belum ada pembayaran tahap 1," ujarnya saat dihubungi Bisnis, Senin (17/12/2018).

Menurutnya, cicilan tersebut berasal dari tunggakan sejak dua tahun lalu. Sementara itu, dia menyebut tagihan tahun berjalan jatuh tempo pada November 2019.

"Ini tagihan tunggakan. Otomatis kewajiban mereka berjalan. Itu kan nanti paling lambat pada 2019," katanya.

Belum lama ini, dia menuturkan pihak Direktorat Pengendalian Pos dan Informatika melakukan uji petik di lapangan untuk memastikan apakah imbauan pemerintah dijalankan.

Seperti diketahui, sejak pemerintah memberikan keringanan dengan belum mencabut IPFR perusahaan, pemerintah mengimbau agar segala kegiatan penjualan dan akuisisi pelanggan dihentikan.

Adapun, dari hasil uji petik di lapangan mencakup wilayah Jabodetabek dan Medan, sudah tidak ada lagi kegiatan penjualan.

Di samping itu, dia mengakui nomor aktif di jaringan Bolt, merek produk dari Internux telah berkurang. Namun, dia tak bisa memberikan data pasti berapa nomor yang aktif di jaringan saat ini.

"Dalam uji petik kami, mereka benar-benar tidak melakukan penjualan. [Jumlah nomor di jaringan] berkurang. Tapi belum ada datanya. . . Kira-kira 300.000 sebelum dilarang [menjual dan akuisisi pelanggan baru]," katanya.

Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, mengatakan aturan terkait Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) memang telah jelas mengatur tentang tagihan.

Kendati demikian, dia menilai diperlukan tindakan khusus untuk memastikan pelanggan mendapatkan layanan. Oleh karena itu, hingga saat ini masih dibahas mekanisme untuk menjamin hak pelanggan. Utamanya, pelanggan yang masih memiliki saldo untuk mengakses layanan Bolt.

Menurutnya, seluruh tunggakan biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi harus dilunasi. Hal itu, katanya, menjadi piutang negara.

“Kalau dimatikan semua, kasihan pelanggan. Itu yang disiapkan. Kebijakannya tidak berubah. Jelas, kebijakannya tegas. Ini hanya masalah kebijaksanaan saja,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper