Indonesia Masih Butuh 189 Transponder

Duwi Setiya Ariyanti
Senin, 16 Juli 2018 | 14:24 WIB
Ilustrasi/Antara
Ilustrasi/Antara
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA--Kebutuhan satelit konvensional di Indonesia diperkirakan sebesar 189 transponder di 2018.

Ketua Umum Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI) Hendra Gunawan mengatakan dari sisi kebutuhan masih tinggi namun hanya 34% yang dipenuhi pelaku usaha lokal. Saat ini, katanya, baru 66 transponder yang dilayani pelaku usaha lokal dari total kebutuhan yakni 189.

Sisanya, katanya, masih ditangani pemilik asing dengan cara sewa yakni sebanyak 123 transponder.

"Kebutuhan atau demand tahun 2018 untuk satelit di Indonesia mencapai 189 transponder. Satelit nasional hanya bisa melayani 66 transponder, sehingga harus sewa Asing sekitar 123 transponder," ujarnya saat dihubungi Bisnis, belum lama ini.

Menurutnya, terbatasnya kemampuan satelit nasional untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri karena investasi yang harus dikeluarkan. Dia menyebut investasi untuk sebuah satelit hanya memberikan waktu pengembalian modal empat hingga tujuh tahun dengan besar pengembalian 12% hingga 15%. Oleh karena itu, pelaku usaha lebih memilih untuk mengembangkan jaringan seluler yang menawarkan besar pengembalian modal 20% sehingga waktu pengembalian modalnya hanya sekira dua tahun.

"Biaya investasi yang cukup besar. Dengan return hanya 12% sampai 15% dan payback period 4 tahun sampai 7 tahun, menjadi pertimbangan pelaku industri, jika dibandingkan dengan investasi di seluler dengan return lebih dari 20% dan lama pengembalian kurang dari 2 tahun."

Selain itu, dia menyebut minimnya jumlah slot juga menghambat penambahan satelit nasional. Hal itu, katanya, telah disampaikan kepada pemerintah karena untuk mendapatkan slot harus diajukan kepada International Telecommunication Union (ITU).

Sementara untuk satelit multifungsi (high throughput satellite/HTS) dari 80 Gbps, baru akan dipenuhi sebesar 15 Gbps dari satelit PSN VI di akhir tahun ini.

"Karena keterbatasan jumlah slot orbit nasional. . .Sudah disampaikan ke pemerintah, namun tetap harus mengikuti aturan internasional, siapa yang duluan daftar maka akan dapat prioritas," katanya.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper