JAKARTA — Penggunaan komputasi awan oleh kalangan enterprise makin marak. Namun, pola adopsi tiap industri dinilai berbeda-beda.
Country Manager IBM Hengky Candra menilai saat ini adopsi komputasi awan di Indonesia sudah mulai tinggi, tak seperti beberapa tahun belakangan. Menurutnya, dulu adopsi rendah karena penyedia komputasi awan masih sedikit.
Dia mengatakan para pemain di industri yang regulasinya tak terlalu ketat cederung lebih agresif terhadap tren penggunaan komputasi awan.
“Perusahaan di sektor yang regulasinya ketat sebetulnya banyak yang berpikir ke arah sana tetapi tidak berani melangkah sejauh itu,” katanya saat ditemui di Jakarta, Selasa (24/4).
Cloud Enterprise Business Development IBM Indonesia Erwin Kurniawan menambahkan sebetulnya rata-rata perusahaan telah mengadopsi konsep komputasi awan tapi dalam level berbeda.
“Private cloud on-premise cocok untuk industri yang highly regulated, data tidak boleh berada di luar indonesia. Tapi di luar industri tersebut, seperti nonpelayanan publik, non-BUMN, nonpemerintah, itu memang lebih leluasa,” terangnya.
Hengky mengatakan, komputasi awan paling populer di kalangan perusahaan kecil dan menegah karena mereka tak memiliki banyak pilihan. Komputasi awan menjadi opsi paling ringan karena perusahaan tidak harus mengeluarkan investasi besar untuk membangun infrastruktur sendiri.
“Mereka jadi tidak harus investasi di depan, misalnya untuk startup. Sebaliknya perusahaan besar lebih banyak pertimbangan,” kata Hengky.
Dia menjelaskan komputasi awan memiliki manfaat yang besar bagi perusahaan. Komputasi awan membuat produktifitas perusahaan lebih tinggi karena biaya yang tadinya dialokasikan untuk membangun infrastruktur dapat digunakan untuk investasi produktif lainnya.
“Cloud ini enabler. Membuat bisnis makin proaktif dan produktif dengan mengalihkan sumber daya yang tadinya sifatnya hanya reaktif. Memikirkan bisnis model baru yang harusnya ke depannya bisa distruptif dan memberikan nilai baru di masyarakat,” jelas Hengky.