Bisnis.com, JAKARTA — First Media menargetkan untuk menambah cakupan 200.000 sambungan Internet kabel sepanjang tahun ini.
Direktur Pemasaran PT Link Net, Tbk, Liryawati mengatakan proyeksi secara pasti belum didapatkan. Namun, jika mengacu pada tahun-tahun sebelumnya, pertumbuhan homepass setiap tahunnya pada kisaran 150.000 hingga 200.000. Oleh karena itu, dia berharap tahun ini pertumbuhan minimal masih mengacu pada realisasi tahun sebelumnya.
Liryawati menyebutkan sejak akhir September 2017 jumlah pelanggan menyentuh angka 2 juta. Dengan demikian, setidaknya sepanjang 2018 pihaknya bisa menambahnya minimal menjadi 2,2 juta. “Target full year 2018 minimal 150.000 jadi total 2,1 juta-2,2 juta,” ujarnya saat ditemui Bisnis.com, Jumat (2/3/2018).
Baca Juga Ratusan Serangan Siber Sasar Indonesia |
---|
Menurutnya, komposisi pelanggan 80% masih menggunakan hybrid fiber coaxial (HFC) yang diadopsi sejak First Media memulai bisnis Internet kabel pada 2010. Adapun, HFC merupakan teknologi jaringan yang dikembangkan industri televisi berbayar dengan dua tipe kabel yakni fiber dan coaxial.
Sementara itu, untuk penggunaan fiber to the home (FTTH) masih sekira 20%. FTTH yakni satu serat optik yang bisa menghantarkan data lebih besar yang tersalur dari titik pusat akses ke seluruh rumah konsumen.
Menurutnya, FTTH akan digunakan untuk menjangkau wilayah-wilayah baru atau greenfield. “Kita mulainya dari HFC jadi pada dasarnya saat ini sekitar 80% masih di HFC tapi ke depannya kita akan punya lebih banyak FTTH,” katanya.
Baca Juga Koperasi Ini Bangun Internet Satelit |
---|
Oleh karena itu, guna mencapai target jangka panjang dengan 2,8 juta sambungan, dia terus mengembangkan cakupan wilayah. Contohnya, dengan lima kota eksisting, kini terdapat dua kota baru di luar Jawa yang tengah dikembangkan.
Medan, Sumatra Utara dan Batam, Kepulauan Riau telah memiliki masing-masing 6.000 homepass dan 8.000 homepass. Naiknya pengguna internet, dan kebutuhan internet dengan kecepatan tinggi, katanya mampu mendorong adopsi internet kabel juga kecepatan yang lebih tinggi.
Dia menilai adopsi internet kabel di Indonesia masih dalam tahap awal. Untuk penetrasi internet kabel atau fixed broadband, katanya, Indonesia baru sebesar 7,7% dengan baru 2,5% yang menggunakan hybrid.
Baca Juga Ancaman Keamanan Siber Indonesia Tinggi |
---|
Dari sisi kecepatan, dia menyebut mayoritas konsumen masih berada di level 20 hingga 30 Mbps. Meskipun tergolong lamban, setiap tahun, kecepatan internet yang digunakan terus naik. Pada 2014, misalnya kecepatan internet berada di angka 5 Mbps kemudian naik ke 13 Mbps di 2016. Dia memperkirakan baru pada 2021 akan menyentuh 50 hingga 60 Mbps.
Mayoritas pelanggannya yang merupakan kelas premium pun kini menggunakan internet berkecepatan di kisaran 20 Mbps. Sementara itu, untuk konsumen dengan kecepatan internet 1 Gbps baru sebesar 3% dan kecepatan 100 Mbps hingga 200 Mbps porsinya sebesar 15%.
Masih minimnya pengetahuan konsumen tentang manfaat kecepatan internet tinggi, menurutnya, akan menjadi tantangan tersendiri. Pasalnya, saat ini masyarakat masih melihat internet sebagai hiburan bukan sebuah keharusan.
Di sisi lain, kendati dari sisi harga produknya tergolong premium, dia optimistis pertumbuhan untuk internet kecepatan tinggi akan naik signifikan. Sebagai gambaran, dari segi rata-rata pendapatan per unit (ARPU), berada di level Rp450.000 ketika kompetitornya berada di kisaran Rp200.000 hingga Rp300.000. “Berdasarkan riwayat, akan naik dua kalinya setiap tahunnya,” katanya.