JAKARTA — Operator telekomunikasi menantikan keputusan pemerintah tentang biaya interkoneksi jaringan seluler. Biaya interkoneksi yang direkomendasikan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menggunakan skema asimetris.
Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), Taufik Hasan mengatakan BRTI telah menerima rekomendasi BPKP mengenai biaya interkoneksi.
Menurutnya, ada beberapa rekomendasi yang dikeluarkan BPKP untuk menyelesaikan polemik penetapan biaya interkoneksi yang baru, salah satunya adalah rekomendasi penetapan biaya asimetris.
Baca Juga Telkom Akuisisi 30,4% Saham Cellum |
---|
"Memang yang disarankan oleh BPKP dalam penetapan biaya interkoneksi adalah asimetris. Namun rekomendasi yang dikeluarkan oleh BPKP bukan keharusan untuk dijalankan. Asimetris atau simetris adalah kebijakan dari Menteri Komunikasi dan Informatika [Rudiantara]. Bukan dari BPKP," ujarnya, Selasa (30/1/2018).
Komisioner BRTI I Ketut Prihadi Kresna mengatakan tarif yang direkomendasikan BPKP berbeda dari tarif Rp250 per menit yang berlaku saat ini.
Dia mengatakan saat ini BRTI sedang meninjau ulang dampak dari nominal tarif interkoneksi yang direkomendasikan BPKP ke masyarakat.
Baca Juga Rudiantara Akan Tambah Dana USO |
---|
"Faktor pertimbangannya adalah keberlangsungan industri dan dampaknya ke masyarakat. Karena yang menjadi pertimbangan bagi masyarakat bukanlah interkoneksi tapi tarif pungut per menit," kata Ketut, Selasa (30/1).
BRTI rencananya mencerahkan hasil verifikasi kepada Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara pada Februari. Setelah hasil evaluasi disetujui oleh Menkominfo, tarif interkoneksi yang baru dikeluarkan.
Biaya interkoneksi adalah biaya yang dibebankan kepada operator seluler yang menggunakan jaringan milik operator lain. Pelanggan biasanya menanggung biaya tersebut dalam bentuk perbedaan tarif panggilan ke nomor yang menggunakan pelayanan operator yang berbeda.