Kabar24.com, SEOUL -- Korea Utara (Korut) berada di balik peretasan terorganisir terhadap komputer lembaga-lembaga keuangan Korea Selatan (Korsel), dan seluruh dunia karena memiliki motif utama mencuri uang tunai untuk memenuhi kebutuhan likuiditas negara miskin ini, kata sebuah badan pemerintah Korea Selatan seperti dikutip Reuters.
Pada masa-masa sebelumnya, upaya peretasan yang dilakukan Korea Utara ditujukan untuk menimbulkan kekacauan sosial atau mencuri data militer atau pemerintah asing, namun beberapa tahun belakangan ini fokus itu telah bergeser kepada mencuri uang asing demi menaikkan cadangan devisanya, kata Badan Keamanan Keuangan Korea Selatan (FSI).
Rezim yang terkucil ini dicurigai berada di balik kelompok peretas bernama Lazarus yang oleh perusahaan-perusahaan keamanan siber global dikaitkaitkan dengan pencurian siber senilai 81 miliar dolar AS dari bank sentral Bangladesh dan serangan ke studio Hollywood milik Sony pada 2014.
Pemerintah AS menuding Korea Utara berada di balik serangan peretasan Sony. Kini para jaksa AS sedang menyiapkan dakwaan kepada Korea Utara atas pencurian uang bank sentral Bangladesh.
April silam, perusahaan keamanan siber Rusia Kaspersky Lab menyebut satu kelompok peretas Bluenoroff, pecahan dari Lazarus, fokus menyerang lembaga-lembaga keuangan asing.
Laporan terbaru yang menganalisis serangan-serangan siber antara 2015 dan 2017 di lembaga-lembaga pemerintah dan keuangan Korea Selatan itu juga mengidentifikasi pecahan Lazarus lainnya, Andariel.
"Bluenoroff dan Andariel punya akar yang sama, tapi keduanya punya target dan motif berbeda," tulis laporan itu. "Andariel fokus menyerang lembaga-lembaga bisnis dan pemerintah Korea Selatan dengan menggunakan metode-metode yang dijahit khusus untuk negara itu."
Korea Utara meningkatkan kemampuan serangan sibernya sebagai cara mendapatkan uang panas setelah dikenai sanksi internasional sebagai akibat dari pengembangan program senjata nuklirnya.
Para peneliti keamanan siber menyatakan mereka punya bukti teknis yang mengaitkan Korea Utara dengan serangan siber global ransomware WannaCry yang menginfeksi 300 ribuan komputer di 150 negara Mei lalu.
Korea Utara berulang kali membantah keterlibatannya dengan serangan siber di negara lain.