Bisnis.com, JAKARTA - Dalam edisi terbaru Mobility Report dari Ericsson menunjukkan dari 100 aplikasi teratas di Indonesia masih didominasi penyedia aplikasi luar negeri dan hanya 12% yang merupakan aplikasi lokal atau regional.
Ronni Nurmal, Vice President, Head of Network Product Unit Ericsson Indonesia & Timor Leste mengatakan pengembangan beragam kegunaan yang inovatif akan membantu percepatan penerapan layanan internet dan broadband di kawasan Asia Tenggara dan Oseania.
“Saat ini, kegunaan inovatif yang populer di Indonesia meliputi perbankan, belanja, transportasi, dan perjalanan online. Namun, pasar masih terus didominasi oleh aplikasi selular luar negeri, dan hanya 12% dari total 100 aplikasi dibuat penyedia aplikasi lokal atau regional,” ujarnya dalam acara Pemaparan Ericsson Mobility Report di Jakarta, Kamis (6/7).
Dia mengatakan kemampuan orang Indonesia dalam menikmati mobile broadband dan Internet sudah semakin baik dan banyak dengan jangkauan yang semakin luas. Menurutnya, ini perlu dilihats ebagai kesempatan dengan mengembangkan aplikasi yang memiliki dampak positif bagi produktivitas.
“Jadi bukan hanya browsing dan sosmed, misalnya untuk pertanian, dulu petani tidak memiliki coverage, sekarang bisa saja dikembangkan aplikasi terkait informasi harga, cuaca, tingkat kesuburan sehingga produktivitas bisa lebih baik lagi. Termasuk di bidang lain, seperti otomotif, smart city, smart building dan lainnya,” jelasnya.
Dia mengatakan untuk aplikasi yang digunakan memang tidak dapat 100% lokal karena sudah ada aplikasi luar yang telah hadir sebelumnya seperti Facebook, Instagram dan lainnya. Namun, menurutnya yang perlu dibangun dengan tingkat keunikan Indonesia yang beragam dapat dikembangkan aplikasi yang sesuai.
“Kembali lagi, jika aplikasi itu bisa diimplementasikan akan banyak masyarakat Indonesia menggunakan aplikasi original yang dikembangkan lokal, misal untuk pariwisata. Indonesia dengan populasinya yang besar, punya ruang untuk berimprovisasi sangat besar,” katanya.
Selain itu, menurutnya hal ini menjadi peluang bisnis bagi operator seluler dengan potensi untuk berkembang lebih jauh menjadi kegunaan baru sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan Indonesia yang lebih digital, seperti misalnya aplikasi terkait perangkat terhubung IoT.
“Pada akhir 2016, perangkat segmen IoT short range atau jangkauan pendek akan menjadi tipe utama dari perangkat yang terhubung dengan IoT di Asia Tenggara dan Oseania, dan akan diikuti oleh perangkat seluler,” katanya.
Pada 2022, baik segmen IoT short range maupun selular diperkirakan akan bertahan pada posisinya saat ini. Menurutnya, penyedia layanan seluler yang memanfaatkan peluang IoT untuk segmen perusahaan perlu mempertimbangkan peluang bisnis serta kebutuhan konektivitasnya agar bisa menerapkan infrastruktur yang tepat, baik untuk IoT short range maupun konektivitas 5G.
“Operator perlu mendiferensiasikan penawaran lewat IoT, lewat tiga hal yaitu IoT connectivity provider, IoT service enabler, dan IoT service creator,” katanya.
Dia menambahkan Pemerintah dengan Badan Ekonomi Kreatif juga sudah mendorong industri kreatif agar mengembangkan aplikasi lokal dan IoT.
“Kita lihat keselarasan antara pemangku kekuasaan untuk membuat regulasi sehingga operator memiliki bisnis model yang dikembangkan,” katanya.