Bisnis.com, JAKARTA - PT Karya Digital Nusantara, selaku pengelola aplikasi produk hukum, meyakini keberadaannya bisa mendukung terciptanya regulatory inclusion.
Charya Rabindra Lukman, CEO PT Karya Digital Nusantara, mengungkapkan bahwa aplikasi yang kini memuat hampir 50.000 produk hukum yang dihasilkan pemerintah Indonesia itu bisa mendukung masyarakat untuk 'melek' hukum.
Selain itu, sambungnya, keberadaan aplikasi Lawble tidak akan menggantikan fungsi lawyer tetapi justru mendukung efektivitas kerja mereka.
"Kami mendukung terciptanya regulatory inclusion serta mendukung kerja para lawyer," ujarnya, Senin (19/6).
Dia menjelaskan bahwa aplikasi Lawble akan diluncurkan secara resmi pada September depan. Saat ini, sambungnya, pengelola Lawble gencar melakukan sosialisasi ke sejumlah pihak.
Salah satunya, kata Charya, adalah gathering dengan mengundang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), law firm, pelaku industri financial technology, dan pengguna aplikasi Lawble pada Jumat (16/6).
Dia menjelaskan, dilihat dari jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, geografis, dan penetrasi digital, Indonesia butuh dukungan teknologi untuk percepatan terciptanya regulatory inclusion.
Charya mengatakan bahwa OJK, pemerintah, regulator, dan otoritas lainnya sangat mendukung teknologi seperti yang dikembangkan Lawble karena membantu bisnis dan masyarakat untuk lebih dapat mengakses, serta memahami seluruh peraturan yang ada dengan lebih mudah.
Hendrikus Passagi, senior research executive OJK, mengatakan regulator tidak lagi terlalu disibukkan dengan terus menerus menjawab pertanyaan atas peraturan-peraturan yang sebenarnya sudah tersedia.
Terrence Teong Chee Hooi,Executive Chairman Lawble, mengungkapkan Indonesia dengan lebih dari 40.000 produk hukum, dan populasi 280 juta, adalah tempat dimana Lawble bisa cepat bertumbuh. Bandingkan dengan Malaysia ataupun Singapura hanya ada sekitar 1.000-1.700 produk hukum.
"Lawble dapat membantu regulator dan pemerintah Indonesia untuk keluasan akses informasi hukum dalam menciptakan regulatory inclusion."
Muhammad Arief Wicaksono, CFO Lawble menjelaskan bahwa secara umum, monetizing untuk fitur-fitur dalam Lawble akan dibagi menjadi dua, yakni berbayar dengan skema subscriptions, dan yang tidak. Berapa besarannya akan ditentukan pada saat launching September mendatang.
"Kami menggratiskan akses ke basis data produk hukum. Masyarakat umum dapat mengakses peraturan-peraturan yang tersedia di Lawble secara gratis, supaya lebih tahu dan mengerti tentang hukum," ujarnya.