Kejahatan Siber Raup Ratusan Juta di Indonesia, Sasaran Utamanya Perempuan Muda

Sholahuddin Al Ayyubi
Selasa, 13 Juni 2017 | 09:37 WIB
ilustrasi
ilustrasi
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Ancaman kejahatan siber terhadap industri perbankan diprediksi masih marak, bahkan peretas dinilai semakin pintar dalam mengeruk dana dalam jumlah besar dari nasabah perbankan.

‎Ruby Alamsyah, Pakar Komputer Forensik dari Universitas Gunadarma mengemukakan dewasa ini peretas mampu mengambil dana dalam jumlah besar, yaitu sekitar Rp100 juta dalam satu hari. Menurutnya, ‎pelaku kejahatan siber saat ini memahami keamanan industri perbankan yang diatur oleh regulator Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun Bank Indonesia (BI).

"Saya kita (pelaku) ini background-nya dari Rusia, sejak 2009—2010 hacker Rusia selalu menargetkan negara berkembang seperti ini," tuturnya dalam siaran pers, Selasa (13/6).

‎Dia juga menjelaskan, secara teknis pengambilan dana nasabah perbankan dilakukan melalui layanan internet banking. Pelaku memantau rutinitas transaksi dari pemilik rekening, kemudian saat nasabah melakukan transaksi, tujuan pengiriman dan jumlah transaksi akan diubah oleh pelaku.

"‎Jadi memang ada banyak perubahan modus yang dilakukan oleh penjahat siber ini terhadap nasabah industri perbankan," kata Ruby.

Menurutnya,‎ pola kejahatan siber selalu berubah setiap waktu. Dia mengatakan kasus ancaman siber Nigerian Scam dinilai lebih berbahaya daripada kasus ransomware Wannacry karena mengincar perempuan muda yang gemar menggunakan Internet.

"‎Nilai tebusan yang dihasilkan ransomware cuma Rp600 juta saja, itu pun di seluruh dunia, bukan cuma di Indonesia. Angkanya masih jauh lebih besar kasus Nigerian Scam‎," ujarnya.

‎Kasus Nigerian Scam dilakukan oleh komplotan penjahat siber yang berpura-pura memiliki paras tampan. Penjahat tersebut umumnya merayu perempuan berumur 25—35 tahun hingga melakukan video call.

Dalam video call tersebut, tak jarang perempuan akan dirayu hingga mau membuka sebagian auratnya dan memperlihatkan kepada pelaku. Hal itu akan direkam sebagai alat pemerasan untuk sang korban.

Menurut Ruby, kejahatan ini bahkan menguras dana korban hingga ratusan miliar. Dalam setahun, ia mencatat setidaknya total dana yang dikeluarkan korban mencapai Rp500 miliar per tahun.

"Ini banyak yang tidak melaporkan, karena mungkin malu jika ketahuan dengan kolega," ujarnya.‎

Sementara pakar hukum teknologi informasi dari Universitas Gunadarma, Edmon Makarim, menilai kejahatan dunia maya bukan dilakukan penggunanya. Namun seorang yang membuat program software dan hardware yang harus bertanggung jawab.

"Cyber crime yang menjadi penjahat bukan pengguna, tapi yang bikin program, Wannacry gara-gara apa, ini tidak ada manusia yang sempurna membuat program. Tapi kalau ini program jelek tapi digunakan, bisa dibilang sarana kejahatan, turut serta," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper