Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Informatika menyiapkan sanksi bagi perusahaan penyedia media sosial bila turut membantu penyebaran berita palsu (hoax).
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemkominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengingatkan bahwa penangkalan berita palsu bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Karena itu, dia mengajak masyarakat maupun penyelanggara sistem elektronik seperti penyedia media sosial untuk tidak mendiamkan berita palsu.
“Kami akan kerja sama dengan over the top seperti Facebook dan Twitter. Kalau mereka membiarkan penyebaran hoax kami akan kenakan sanksi,” katanya dalam acara diskusi Media Sosial, Hoax, dan Kita di Jakarta, Sabtu (7/1/2016).
Semuel mengatakan berita palsu telah menjadi diskursus di berbagai belahan dunia, termasuk negara maju. Jerman, misalnya, tengah menggodok sebuah undang-undang untuk menangkal berita palsu.
“Jadi masalah hoax ini bukan hanya di Indonesia. Negara lain juga lagi pikirin,” ucap mantan Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) ini.
Di tempat yang sama, Ketua Komisi Pengaduan Dewan Pers Imam Wahyudi mengungkapkan berita palsu pun kini telah menyusup ke dalam dunia pers profesional. Pasalnya, para wartawan telah menjadikan informasi di media sosial sebagai sumber berita.
“Karena kecenderungan atas nama kecepatan teman pers mengambil informasi tanpa verifikasi. Hoax itu pun dapat pembenaran di media arus utama,” katanya.
Untuk itu, Iman mewanti-wanti insan pers untuk terus meningkatkan profesionalisme sesuai amanah UU No. 40/1999 tentang Pers. Justru, kata dia, di tengah banjir informasi seperti saat ini pers dapat memainkan fungsinya sebagai penyaring informasi.
“Pers itu seharusnya menjadi lilin penerang, menunjukkan mana informasi yang benar bagi publik.”