Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mencatat peningkatan signifikan kasus kekerasan terhadap jurnalis. Pada 2014-2015 jumlah kasus hampir mencapai 100, sementara sepanjang 2016 ada 83 kasus kekerasan dengan korban jurnalis.
Kepala Divisi Riset dan Jaringan Asep Komarudin mengatakan bisa jadi leibh banyak kasus kekerasan terhadap jurnalis. “Meningkat kasus ini karena tidak ada sanksi tegas,” katanya di Kantor LBH Pers, Jakarta, Rabu (28/12/2016).
Sejak 2005 hingga saat ini kebebasan pers di Indonesia terus turun.Meningkatnya jumlah kekerasan terhadap jurnalis menambah catatan hitam yang membuat indeks kebebasan pers di Indonesia terus turun.
Ada tiga indikator yang dijadikan faktor indeks kebebasan pers oleh LBH Pers, yakni kekerasan fisik atau ancaman terhadap jurnalis, tunggakan kasus hukum terhadap jurnalis, dan produk legislasi.
Dalam hal produk legislasi, seperti diketahui pada tahun ini pemerintah dan DPR menyelesaikan revisi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Revisi itu tidak mengubah pasal yang mengancam kebebasan berkespresi di Indonesia.
“Ini jadi catatan bagi kami, ketidakseriusan [pemerintah] berkaitan dengan memburuknya ancaman kebebasan pers,” katanya.
LBH Pers menilai negara hingga saat ini belum serius mengatasi ancaman kebebasan pers. Ketidakhadiran negara dalam menindak tegas para pelaku kejahatan terhadap jurnalis yang sedang bertugas adalah indikatornya. Bahkan pada tahun ini belum ada satu kasus kekerasan terhadap jurnalistik yang diselesaikan oleh penegak hukum.
“Sepanjang 2016, kami mencatat sedikitnya telah terjadi 83 kasus kekerasan dan korban kekerasan adalah seorang jurnalis di lapangan,” ujar Direktur LBH Pers Nawawi Bahrudin.
Dari segi lokus atau tempat kejadian paling banyak terjadi di daerah DKI Jakarta dengan 15 kasus, Jawa Barat 14 kasus dan Jawa Timur 8 kasus. Sedangkan dari kategori pelaku kekerasan, paling banyak adalah kepolisian dengan 16 kasus, pegawai negeri sipil (PNS) dan massa tak dikenal berjumlah 12 kasus, dan petugas keamanan swasta 10 kasus.
Adapun untuk kategori kekerasan fisik dan nonfisik yang paling banyak dialami oleh jurnalis adalah pelarangan liputan atau pengusiran berjumlah 25 kasus, penganiayaan berjumlah 26 kasus dan bentuk ancaman atau teror berjumlah 12 kasus.
LBH Pers melihat ancaman tersebut bisa jadi adalah bentuk kurangnya informasi mengenai mekanisme penyelesaian sengketa pemberitaan. Sesuai dengan Undang-undang Pers, sengketa pemberitaan seharusnya diselesaikan melalui dewan pers. Masyarakat yang merasa dirugikan atas pemberitaan media tertentu dapat menggunakan hak jawab. “Jangan melakukan kekerasan kepada jurnalis di lapangan,” kata Asep.
Asep menegaskan kekerasan terhadap jurnalis juga merupakan tanggung jawab seluruh media massa. Jangan memberikan ruang bagi pelaku ujaran kebencian yang dapat memicu konflik sosial. Selain itu dia juga menghimbau media massa menjunjung tinggi penerapan kode etik jurnalistik agar terhindar dari tuduhan pemberitaan yang memihak.