Bisnis.com, SAMPIT, Kalteng - Pengguna media sosial di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, diperingatkan lebih bijaksana dan tidak menebar kebencian dengan membuat tulisan atau foto yang dapat meresahkan masyarakat.
"Kepolisian kini juga melakukan 'cyber patrol' untuk memantau di media sosial. Petugas memantau materi di media sosial yang bisa menjadi viral menyebarkan berita-berita yang akan mengganggu stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat," kata Kapolres Kotawaringin Timur AKBP Hendra Wirawan di Sampit, Sabtu (17/9/2016).
Masyarakat diimbau menggunakan media sosial untuk hal-hal positif. Jika digunakan untuk menebar kebencian dan provokasi maka dampaknya akan meresahkan masyarakat dan mengganggu situasi daerah yang sudah kondusif.
Hendra meminta masyarakat Kotawaringin Timur tidak terpancing jika ada berita-berita atau pernyataan negatif di media sosial karena penyebarnya belum tentu ada di Sampit dan belum tentu warga daerah ini. Masyarakat harus waspada terhadap upaya pihak tidak bertanggung jawab yang mencoba mengganggu keamanan di Kotawaringin Timur dengan provokasi melalui media sosial.
Sebaliknya, Hendra meyakinkan bahwa teknologi yang dimiliki kepolisian saat ini sudah canggih sehingga dengan mudah bisa menelusuri siapa dan di mana keberadaan pelaku provokasi di media sosial.
"Sudah sering pelakunya ditangkap meski berada di daerah lain. Seperti kasus di Tanjung Balai (Sumatera Utara), yang ditangkap justru pelakunya di Jakarta," tegas Hendra.
Pelaku penebar kebencian atau provokasi di media sosial akan dikenakan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yakni bagi siapa pun yang sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA, dapat dikenakan ancaman hukuman enam tahun kurungan serta denda Rp1 miliar.
Situasi Kotawaringin Timur aman dan kondusif. Masyarakatnya yang berasal dari beragam suku, agama, ras dan antargolongan (SARA), hidup rukun berdampingan.
Masyarakat sepakat mencegah munculnya konflik. Jika terjadi tindak kriminal maka penyelesaiannya diserahkan kepada polisi tanpa mengaitkannya dengan masalah SARA.