Transaksi Pebisnis Layanan OTT Wajib Lewat Payment Gateway

Lukas Hendra TM
Kamis, 7 April 2016 | 19:43 WIB
Layanan konten data multimedia alias over the top (OTT) yang berjalan melalui jaringan internet./Ilustrasi-saveonshop.com.ph
Layanan konten data multimedia alias over the top (OTT) yang berjalan melalui jaringan internet./Ilustrasi-saveonshop.com.ph
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Transaksi yang dilakukan oleh pelaku usaha layanan berbasis aplikasi (over the top/OTT) bakal diwajibkan melalui national payment gateway yang saat ini digagas pemerintah.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Rudiantara dalam surat edaran yang diterbitkan pekan lalu kepada pelaku OTT telah menyebutkan terkait rencana untuk menggunakan national payment gateway (NPG) Indonesia.

“Sekarang orang pakai OTT internasional bayar pakai kartu kredit. Di surat edaran sudah jelas, nanti boleh pakai kartu kredit tapi menggunakan national payment gateway Indonesia,” katanya di Kantor Sekretariat Negara, Kamis (7/4/2016).

Menurutnya, upaya tersebut bertujuan agar seluruh transaksi tercatat di Indonesia. Oleh karena itu, pihaknya terus melakukan komunikasi dengan Bank Indonesia sebagai penggagas dibentuknya NPG.

Rudiantara kembali menegaskan jika pihaknya juga telah melakukan komunikasi dengan Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro terkait perpajakan bagai OTT asing ini, khususnya Bentuk Usaha Tetap (BUT). “Kalau dari pajaknya saja, yang menentukan besaran dan denda itu Kemenkeu,” katanya.

Namun, dalam peraturan menkominfo yang bakal meluncur, dia menyebutkan jika pelaku usaha OTT memiliki opsi tiga opsi yakni membentuk BUT, membentuk perusahaan patungan (join venture/JV) dan bekerja sama dengan operator seluler lokal.

Dia mengungkapkan jika dalam durasi satu minggu sejak surat edaran diluncurkan telah ada berbagai pihak yang melakukan komunikasi dengan Kominfo. Salah satunya adalah Line yang memiliki 60 juta pelanggan di Indonesia.

“Sudah ada beberapa yang bicara. Mereka konsultasi kalau jalan dengan operator gimana. Selain itu juga nanti aturan ini ada masa transisi. Kita harus realistislah. Kita juga harus bantu kalau mereka concern di perizinan. Kalau mereka cepat berdiri di sini makin bagus,” ujarnya.

Berkaitan dengan persoalan empat OTT yakni Google, Yahoo, Twitter dan Facebook yang dipermasalahkan oleh Direktorat Jenderal Pajak, pihaknya mengungkapkan jika beberapa telah memiliki BUT di Indonesia.

Salah satunya, Google. Namun, PT Google Indonesia tidak menangani persoalan iklan digital (digital advertising). Rudiantara menyebutkan jika divisi yang menangani digital advertising berada di luar negeri.

Padahal, lanjutnya, otoritas fiskal mempersoalkan masalah penempatan digital advertising yang di Indonesia memiliki potensi US$830 juta pada tahun lalu.

“Nanti kita akan bicarakan dengan mereka [Google]. Apakah digital advertisingnya ditangani oleh PT yang sekarang sudah ada atau mereka bentuk lagi. Yang penting ada solusi,” jelasnya.

Di sisi lain, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani mengatakan OTT asing tersebut pada prinsipnya memiliki izin legalnya sehingga ke depan, pihaknya akan mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan Kominfo.

 

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Lukas Hendra TM
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper