Rudiantara: Penyedia Konten Aplikasi Populer Harus Bentuk Badan Usaha Tetap

Irene Agustine
Rabu, 30 Maret 2016 | 18:32 WIB
Penyedia konten aplikasi populer alias over the top (OTT)/irisundertheinfluence
Penyedia konten aplikasi populer alias over the top (OTT)/irisundertheinfluence
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan penyedia konten aplikasi populer atau over the top (OTT) asing akan mulai diperingatkan untuk membentuk Badan Usaha Tetap (BUT) lewat Surat Edaran yang terbit besok, Kamis (31/3/2016).

Rudiantara, Menteri Komunikasi dan Informatika mengatakan SE tersebut akan berisi sosialisasi dan peringatan kepada perusahaan OTT asing, seperti Whatsapp, Facebook dan lain sebagainya terkait langkah-langkah penertiban yang akan segera diatur dalam Peraturan Menteri pada tahun ini.

Detail SE yang akan terbit akan menitikberatkan pada presensi perusahaan OTT asing untuk alasan customer service, customer protection dan level playing field tentang hak dan kewajiban berbisnis di tanah air.

“Baik secara legal maupun dari sisi pajak, besok akan kami keluarkan [SE],” katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (30/3/2016).

Rudiantara menekankan bahwa SE tersebut belum akan memuat jangka waktu atau masa transisi yang diberikan pemerintah agar perusahaan membentuk OTT. Dia mengatakan kebijakan itu akan diterapkan dalam Peraturan Menteri yang diharapkan segera terbit pada tahun ini.

Setelah SE dikeluarkan, Rudiantara mengatakan pihaknya akan langsung membahas perihal aturan tersebut dengan melibatkan seluruh stakeholder dalam konsultasi publik. “Jadi SE ini untuk memberi tahu mereka akan ada peraturan menteri seperti itu dalam waktu dekat. Untuk bersiap,” ujarnya.

Dia mengatakan aturan itu juga dapat membuka potensi pajak yang selama ini tidak dipungut, karena aplikasi OTT yang ada tidak berbadan hukum di Indonesia. Keberadaan BUT itu juga dapat menyerap tenaga kerja dan setiap transaksi yang dilakukan dapat dikenai pajak sehingga menambah pemasukan negara.

Nilai iklan digital di Indonesia pada 2015 mencapai US$430 juta, kalau dikenakan PPN 10%, maka ada US$43 juta potensi pajak, dan masih bisa ditambah dengan PPh badan.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Irene Agustine
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper