Menkeu Bambang P.S. Brodjonegoro: Konsumsi Rumah Tangga & Investasi, Harapan untuk Tumbuh Tinggi

Tim Bisnis Indonesia
Senin, 14 Desember 2015 | 15:20 WIB
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro/Reuters
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro/Reuters
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Sebagian besar masyarakat boleh jadi sepakat jika menilai 2015 adalah tahun yang sulit. Sejumlah permasalahan mendera, baik dari eksternal maupun domestik.

Sebagian di antaranya berhasil dituntaskan, sebagian lagi harus terus dikerjakan pada tahun 2016. Sementara, realisasi pertumbuhan ekonomi hampir dipastikan hanya melaju 4,7%-4,8%, meleset cukup jauh dari target APBN Perubahan 2015 sebesar 5,7%.

Lantas, apa rencana pemerintah dalam menghadapi tahun depan? Kebijakan apa yang akan ditelurkan? Dalam satu pertemuan di kediamannya, Bisnis berkesempatan untuk wawancara khusus dengan Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro. Berikut petikannya.

Bagaimana seorang Menteri Keuangan merefleksikan tahun 2015?

Tahun ini tahun yang tidak mudah. Karena, akumulasi semua permasalahan dunia. Puncak yang terjadi tahun-tahun kemarin itu ya 2015 ini. Contohnya, perlambatan pertumbuhan kita itu terjadi sejak 2013, dan paling dalam itu triwulan kedua 2015 ini. Perlambatan ekonomi China sudah mulai 2013, tapi di bawah 7%, ya tahun ini. Harga komoditas mulai turun sejak 2012, paling rendah tahun ini juga. Harga minyak tahun kemarin mulai turun, paling rendah ya tahun ini. Begitu.

Jadi, tahun ini, tidak ada satu pun, istilahnya, harapan cerah yang bisa kita yakini. Semuanya memuncak. Lalu kemudian, [spekulasi kenaikan] suku bunga the Fed. Itu kan pengaruh ke nilai tukar. Nah, Fed Fund Rate itu isunya sejak 2013. Kalau kemudian orang meributkan, rupiah melemah nih pada 2015.

Eh, rupiah itu melemah terbesar 2013 lho. Ketika kita berpindah dari era Rp9.000 per dolar AS ke era Rp12.000 per dolar AS. Kita sudah keenakaan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS Rp9.000-Rp10.000. Sebenarnya ketidakpastian kan sudah terjadi sejak itu, tapi kenaikan tingkat bunganya sekarang.

Jadi 2015 ini sangat tidak mudah, tahun penuh ketidakpastian. Tapi dengan kebijakan kita, kita berusaha menjaga pertumbuhan 4,8%, inflasi di bawah 3%, itu sudah merupakan achievment lah, dari pemerintahan yang usianya baru setahun.

Lantas, seberapa yakin pemerintah, apa yang terjadi pada tahun ini tidak terulang ke 2016?

Tentu 2016 lebih optimistis, harusnya gitu, IMF optimis 3,6% tahun depan dari 3,1% tahun ini. Untuk paket kebijakan, kita tidak masalah fiskal jadi instrumen paket tapi harus ada juga yang lain. Jangan semua bicara soal keringanan, penghapusan pajak dan lain-lain, lama-lama tidak jelas sumber penerimaan kita dari mana.

Untuk paket kebijakan, paling tidak sebagian produk hukum sudah muncul. Pembebasan PPN kapal sudah ok, sudah dirasakan oleh pengusahanya, revaluasi sudah mulai masuk ke kita dan tambah modal perusahaan. Paling tidak beberapa bank sudah masuk yang lain-lain akhir bulan ini. Logistik berikat tinggal dorong di beberapa tempat. Rate perbaiki untuk menghilangkan pajak capital gain-nya. Keyakinan eksekusi jalan, cuma kalau ingin seketika susah karena ini investasi.

Kalau suku bunga the Fed naik tahun ini, tahun depan kan pasti naik lagi. Artinya, market sudah menyesuaikan, ya otomatis nilai tukar kita juga akan menyesuaikan. Kemudian, harga minyak dan komoditas, saya kira belum akan membaik.

Kuncinya pada tahun depan yang bisa berbeda. Pertama, konsumsi rumah tangga harus kita jaga stabil di sekitaran 5%. Itu paling penting, sebab dia adalah penyumbang terbesar PDB kita.

Kedua, investasi harus dipercepat, tidak di sekitar 4% seperti sekarang, tapi di atas 5%. Kenapa? Karena hanya di investasi ini harapan kita untuk tumbuh tinggi, baik investasi pemerintah melalui belanja modal dan infrastruktur maupun investasi swasta. Jadi kita harus dorong investasi asing langsung lebih banyak masuk, di samping, menumbuhkan minat investasi domestik.

Bagaimana caranya?

Ini kelebihannya tahun depan, kita bisa mengeksekusi proyek lebih cepat dibandingkan 2015. Karena Januari 2016, sudah bisa start konstruksi, karena uangnya sudah ada. Salah satunya pre-funding.

Untuk DIPA [Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran] akan dibagikan 14 Desember 2015, lalu setelah itu kontrak-kontrak bisa ditandatangani Desember ini juga. Jadi Januari sudah bisa mulai termin pertama.

Tahun ini, kebanyakan baru mulai itu Mei, tahun depan Januari. Jadi selisihnya jauh. Kita harapkan belanjanya membesar dan semakin cepat, dan dampaknya kepada pertumbuhan semakin baik.

Ya itu kalau melihat kecepatannya mungkin bisa 96-98% total bisa karena lebih cepat, agak lambat tahun ini karena terlambat. Tahun ini perkiraan 80% belanja persen tahun depan di atas 90% karena ini yang kita sasara memang belanja modal supaya lebih cepat keluarnya.

Becermin dari persoalan tahun ini, bagaimana wajah sisi penerimaan tahun depan?

Intinya, kami menargetkan penerimaan tahun depan, akan kami evaluasi bergantung pada realisasi tahun ini dan, semoga UU Tax Amnesty bisa berjalan efektif 2016. Kalau penerimaan tahun ini bagus, artinya, shortfall sesuai yang kita perkirakan atau bahkan lebih kecil ditambah amnesti jalan, maka kami masih nyaman dengan target [APBN] 2016. Kalau tidak, ya kami akan lakukan adjusment dalam APBNP.

Seberapa besar kontribusi tax amnesty?

Tax amnesty itu adalah WP men-declare kekayaan atau harta yang selama ini tidak pernah dibuka dalam SPT. Apa kita tahu berapa besarnya, terutama yang ada di luar negeri? Dalam negeri saja, karena kita tidak tahu persis jumlah harta, investasi dan segala macam, susah juga kan. Ini hanya mengira-ngira saja, ada yang bilang Rp2.000 triliun, Rp3.000 triliun, Rp4.000 triliun, ya who knows?

Sebenarnya kita bisa punya data-data tersebut. Tinggal minta saja dari Swiss, Singapura, begitu. Tapi kami kasih kesempatan lah untuk orang melaporkan.

Kita harapkan orang-orang lapor yang sebenarnya, kenapa? Karena kalau mereka tidak melaporkan dengan benar datanya, dia masuk amnesty dan misalnya, hanya men-declare separuh dari yang dia punya, pada 2017 ada Automatic Exchange of Information (AeOI), ya ketahuan. Itu September 2017 untuk early adopter, kalau secara global September 2018 semua. Jadi sifatnya tax amnesty nanti, voluntary dan self-assessment.

Tapi kalau dia tidak mengisi dengan benar, ketahuan tidak benar 2017, ya nanti kena sanksi. Kuncinya, dia harus mengisi dengan benar sekarang. Jangan sampai ada yang tidak dilaporkan. Kita harapkan, begitu ada amnesti, ke depannya dia mengisi SPT dengan benar karena tidak ada yang disembunyikan. Percuma juga karena ketahuan.

Kalau tarifnya, kita bagi tiga periode, 2%, 4% dan 6%. Itu kita juga melihat best practices secara internasional. Kita bedakan tarifnya karena kita ingin orang-orang daftar di depan, berlomba-lomba.

Untuk perluasan basis pajak, kita belum tahu yang disembunyiin orang-orang itu. Kita ingin tarik dari tax amnesty untuk tau berapa kita bisa saja tunggu AeOI tapi kan itu 2017-2018. Kita butuhnya sekarang yang pasti kalau dari apa yang saya tahu cukup besar, yang akan masuk jadi pajak juga. Belum lengkap dapat datanya.

Lalu paket revisi UU Pajak sendiri bagaimana?

KUP baru disampaikan [ke DPR]. RUU PPh dan RUU PPN akan disampaikan 2016. Ya targetnya akhir tahun, tidak semuanya awal tahun. Yang pasti, semuanya sudah masuk Prolegnas tahun depan.

Range PPh badan maksimum dari 25% ke maksimum 20%. Itu maksimum, jadi bisa lebih rendah. Jangan sekali-kali terjebak pada adu tarif antar negara. Kenapa? Singapura itu hanya satu pulau dengan penduduk 5 juta orang, ya tidak perlu bujet besar, karena infrastruktur sudah bangun, jadi tidak anggap pajak sebagai instrumen penerimaan meski masih sama-sama anggap pajak sebagai instrumen pertumbuhan.

Lalu kami usulkan, rate tarif tidak lagi diletakkan di UU, ya ada diskresi ke pemerintah. Sekarang boleh, tapi nanti pemerintah boleh diberi kewenangan penyesuaian. Road map masih sama? Badan penerimaan, itu di KUP. Intinya, Kita butuh badan pajak yang fleksibel dan lebih otonom.

SBN dan ketidakpastian global?

SBN, harus dijaga dengan memperkuat pasar domestik. Salah satunya kita sudah minta dan sudah disepakati OJK wajibkan adanya minimum investasi SBN untuk dana pensiun atua asuransi. Sekarang ini tidak ada kepemilikan asuransi dana pensiun kecil sekali. Ini yang mau kita tingkatkan agar kepemilikan SBN domestik bisa bertambah.

Perkuat pasar domestik. Ritel coba perbanyak. Kalau kondisi seperti ini kita dorong kepemilikan dlaam negeri. BI hope aktif beli di secondary market. ORI rencananya akan ditambah. Sebenarnya, kalau asing sudah di bawah 30% sudah lebih aman, ya tapi kita inginnya lebih rendah lagi.

Selain sanksi transfer nontunai, apalagi ada cara untuk dorong penyerapan anggaran di daerah?

Susahnya, sebagian kendala ada di Kementerian Dalam Negeri, karena aturan pemakaian APBD ada di sana. Kami hanya bisa memakai senjata transfer nontunai. Kalau dibilang asistensi lemah, ya tidak juga.

Lagipua, mau asistensi seperti apa lagi? Kan bukan kami yang yang mengatur belanja kita. Kuncinya ada di mereka. Saya contohkan DKI, itu belanja rendah sekali bukan karena bodoh, tetapi karena tidak jelas. Akhirnya, dana DKI yang menganggur ada Rp20 triliun. []

Menkeu Bambang P.S. Brodjonegoro: Konsumsi Rumah Tangga & Investasi, Harapan untuk Tumbuh Tinggi

Pewawancara: Arys Aditya, M.G. Noviarizal Fernandez, Arif Budisusilo

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Senin (14/12/2015)
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper