Bisnis.com, BANDUNG - PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. menyiapkan US$100 juta untuk mendanai kegiatan startup hingga empat tahun ke depan. Salah satu kegiatan yang diharapkan melahirkan digitalpreneur itu adalah melalui Hackathon.
Direktur Innovation & Strategic Portfolio Telkom Indra Utoyo mengatakan pada periode sebelumnya, Telkom telah menggelontorkan hingga Rp90 miliar untuk inkubasi stratup pada 2014-2016 yang digelar di digital valley di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta.
"Kami sedang mempersiapkan infrastruktur dan governance. Begitu juga dengan alokasinya sudah ada. Pada akhir tahun akan kami umumkan," katanya, usai pembukaan Hackathon Merdeka 2.0 di Bandung Digital Valley, Sabtu (24/10/2015).
Dia mengungkapkan Telkom siap merogoh kocek hingga US$1-2 juta bagi startup yang dianggap memenuhi kriteria korporasi antara lain memiliki sinergi kuat dengan pengembangan digital Telkom seperti digital enterprise, termasuk segmen small medium enterprise (SME).
Hackathon Merdeka 2.0 yang dilaksanakan pada 24-25 Oktober 2015 merupakan periode kedua dari kegiatan yang sama sebelumnya.
Bedanya, pada gelaran kali ini jumlah peserta yang terlibat dalam jumlah banyak bahkan memecahkan rekor dunia karena diikuti 1.700 orang peserta yang digelar di 28 kota di seluruh Indonesia.
"Acara ini diharapkan menjadi titik awal di mana masyarakat dapat berkontribusi lebih banyak untuk negeri sehingga pemerintahan Jokowi-JK dapat lebih mewujudkan demokrasi dengan mengajak masyarakat bersama-sama memecahkan permasalahan bangsa," ujarnya.
Lewat kegiatan tersebut, lanjutnya, Telkom sedang menjalankan misi sebuah investasi sosial luar biasa yang diharapkan bisa munculnya talenta luar biasa atau 1.000 pelaku bisnis startup pada 2020 mendatang. Terlebih bisnis digital merupakan bisnis tanpa batas karena bermain imajinasi.
"Gerakan ini akan terus membesar. Sehingga pada akhirnya akan membuat Indonesia semakin besar maju karena munculnya para pelaku startup luar biasa," ujarnya.
Wali Kota Bandung Ridwan Kamil menyambut kegiatan tersebut. Pasalnya, Bandung saat ini sedang meneguhkan diri sebagai smart city sehingga membutuhkan lebih banyak jagoan IT. Disamping itu, Bandung telah ditunjuk Ketua Aliansi Smart City se-Asia Afrika.
"Untuk mendukung kota dan desa cerdas kami telah mempersiapkan anggaran Rp100 miliar. Sejak tahun lalu kami memulainya dan anggaran sudah terpakai sebesar Rp25 miliar. Dengan terciptanya smart city dapat mengkonversi urusan-urusan manual menjadi urusan yang terbantu dengan teknologi," ujarnya.
Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil, menyebutkan di Bandung sudah ada 320 aplikasi untuk menunjang berbagai kegiatan. Tapi, pihaknya masih membutuhkan lebih banyak aplikasi untuk mempermudah pelayanan kepada masyarakat seperti pembuatan KTP, CCTV, monitor, manajemen proyek, menampung komplain dari warga dan masih banyak lagi.
Terlebih bila dibandingkan dengan negara tetangga Singapura yang telah memiliki 1.600 aplikasi mulai untuk urusan kependudukan, lalu lintas, mencari restoran, dan lain-lain.
Ainun Najib, representatif Komunitas Code4Nation menjelaskan, data kependudukan merupakan sumber penting yang perlu dimiliki pemerintah. Apalagi masalah data kependudukan di negeri ini belum secanggih Singapura.
Pihaknya juga mendapatkan tantangan dari Kementerian Koordinator Politik Hukum dan HAM untuk membuat aplikasi yang bisa membantu korban bencana asap di Sumatera dan Kalimantan.
"Terkait bencana kabut asap bisa saja soal evakuasi warga. Misalnya aplikasi untuk melaporkan ada balita yang harus ditolong, untuk submit korban kena ISPA, maupun titik api kebakaran itu sendiri," ujarnya.
Selain soal asap, permasalahan kependudukan ini juga bisa mengambil dari sisi pendidikan, misalnya ada anak yang putus sekolah, kemudian polisi untuk pendataan orang-orang yang berkelakuan baik.