Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara akhirnya menandatangani Peraturan Menteri tentang Persyaratan Teknis Alat dan Perangkat Telekomunikasi Berbasis Standar Teknologi Long Term Evolution. Beleid itu menjadi payung hukum bagi kewajiban tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) untuk ponsel dan jaringan 4G LTE.
“Saya sudah tandatangani tadi. Persentase TKDN untuk ponsel tahun pertama 20% dan pada 1 Januari 2017 harus sudah 30%,” katanya dalam jumpa pers di Jakarta, hari ini, Jumat (3/7/2015).
Beleid itu akan melengkapi dua permen TKDN di Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan. Untuk menyinkronkan ketiganya akan dibuat pula surat edaran bersama tiga menteri.
“Surat edaran bersama tiga menteri nanti akan memuat teknis pelaksanaan kebijakan dan implementasi. Kami akan terus bekerja sama,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan dalam waktu dekat dirinya akan segera merevisi Permenperin No. 69/2014 tentang tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai TKDN Industri Elektronika dan Telematika. Dalam beleid itu, komposisi nilai komponen perangkat keras dan lunak adalah 80% dan 20%.
“Nanti akan berubah. Software mungkin meningkat karena ini sesuai dengan permintaan para vendor juga,” ujar politisi Partai Hanura ini.
Saleh mengatakan sejak kebijakan itu diwacanakan merek-merek ponsel baik lokal dan asing sudah membangun pabrik perakitan atau setidaknya menggandeng perusahaan jasa manufaktor elektronik lokal. Dia mengklaim saat ini ada 16 merek ponsel yang dirakit di Indonesia.
“Kalau dirakit di dalam negeri umumnya sudah memenuhi persentase TKDN 20%. Beberapa di antaranya adalah Evercoss, Advan, Samsung,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Rachmat Gobel memastikan siap untuk menutup keran impor bagi merek ponsel atau perangkat jaringan yang tidak sanggup memenuhi kewajiban TKDN pada 1 Januari 2017. Kebijakan tersebut, imbuh dia, tidak dapat ditawar-tawar lagi agar Indonesia tidak semata dianggap sebagai pasar.
“Harap dicatat, kebijakan ini bukan kerena kita mau melarang impor tetapi karena kita ingin memberi nilai tambah dengan sumber daya manusia kita.”