Bisnis.com, JAKARTA - Sejak telekomunikasi antarperangkat elektronik mulai dibuka pada pertengahan 1990, bersamaan dengan belat-belit penggunaannya sebagai media komunikasi korporat yakni iklan, para pengguna acapkali diganggu dengan adanya iklan murahan. Sedari momen itu pula, pertumbuhan pesat iklan pengganggu ini tercatat 80%-85% di seluruh dunia.
Lazim disebut spam, virus jenis ini merupakan penggunaan perangkat elektronik untuk mengirimkan pesan secara bertubi-tubi tanpa dikehendaki oleh penerimanya. Dalam perkembangannya, spam surat elektronik (e-mail) saat ini dikirim melalui jaringan zombie--jaringan virus terinfeksi di komputer personal baik di rumah maupun kantor di seluruh dunia.
Sehingga tak cuma pengguna perangkat profesional yang iseng, korporasi pun sering mendayagunakan spam untuk menyebarkan iklan komersial murahan dengan tujuan menipu atau sekadar menyebar isu.
Semisal September lalu, spammer (penyebar spam) menghasilkan versi baru dari trik penipuan (scam) lama, yakni Nigerian Letter. Lucunya, scam kali ini didasarkan pada isu mengenai virus Ebola (EVD)--demam berdarah ebola (EHF), penyakit komplikasi penyebab pendarahan yang pertama kali ditemukan di Sudan, Afrika.
Tipuan menggelitik ini dikuak oleh para ahli Kaspersky Lab yang menemukan email spam dari wanita Liberia kaya yang tengah sekarat akibat virus Ebola. Email berisi kisah mengenai wanita dan anak-anak yang meninggal akibat pusat medis lokal yang menolak membantunya. Padahal, dia bersedia menyumbang lebih dari US$1,5 juta kepada setiap penerima email yang bersedia mentransfer uang kepada badan amal yang sesuai.
Serupa itu, ada karyawan World Health Organization (WHO) yang mencoba menulis email spam mengundang si penerima ke dalam konferensi yang membahas Ebola bersama masalah medis lainnya. Bahkan, penerima email ditawari pekerjaan bergaji 350.000 Euro/tahun serta mendapat komplimen mobil cuma-cuma bilamana bersedia menerima posisi sebagai wakil Inggris di WHO.
Padahal, negeri Britania tersebut telah menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)--badan yang menaungi WHO--sedari beberapa bulan setelah Indonesia merdeka.
Senior Spam Analyst Kaspersky Lab Tatyana Shcherbakova mengatakan spammer memang secara rutim mencoba mengeksploitasi berita dan isu yang tengah hangat diperbincangkan.
"Scammers jarang melewatkan kesempatan untuk memutar-balikkan isu hangat untuk menarik perhatian pengguna internet dan meyakinkan hal fiktif sebagai fakta. Jadi, setelah berita pertama tentang Ebola muncul Juli lalu, tidak mengejutkan bila kemudian muncul spam terkait Ebola awal September untuk menipu dan memeras uang dari para penerima email," jelasnya.
Dia juga mengakui menemukan spam yang ditujukan bagi para kolektor. Caranya, pengguna internet berbahasa Inggris ditawari buku gratis mengenai medali negeri Britania yang berasal dari perang dunia pertama. Spam ini konon berasal dari SSAFA, badan amal yang dibentuk demi membantu para veteran perang negeri kerajaan tersebut beserta keluarga mereka.
Untuk diketahui, Kaspersky mencatat persentase spam dalam lalu-lintas e-mail pada September tahun ini mengalami penurunan 0,7% menjadi rata-rata 66,5%. Kontributor terbesar terhadap nilai itu adalah Amerika Serikat yakni 12%, disusul Vietnam 9,3% dan Rusia (5,8%).
Padahal berdasarkan riset Cisco mengenai jumlah spam pada 2009 lalu, Brasil tercatat sebagai distributor spam terbesar dengan jumlah 7,7 triliun, disusul AS 6,6 triliun, dan India 3,6 triliun. Sedang Vietnam berada pada urutan ke-6 dengan 2,5 triliun, dan Rusia pada saat itu pada urutan ke-9 dengan 2,3 triliun.