Penerapan Teknologi BIG Data Masih Baru

Ria Indhryani
Rabu, 1 Oktober 2014 | 14:30 WIB
Bagikan

Bisnis.com, BANDUNG--Asosiasi Piranti Lunak Telematika Indonesia (ASPILUKI) menilai perkembangan teknologi BIG Data di Indonesia hingga saat ini masih relatif infant atau baru mulai digunakan oleh para pelaku usaha.

Ketua ASPILUKI Djarot Subiantoro mengatakan tren penggunaan BIG Data di Indonesia memang masih kalah dibandingkan negara lainnya yang sudah menerapkannya sejak beberapa tahun lalu.

Di beberapa negara berkembang, perusahaan-perusahaan raksasa dengan jangkauan layanan global sudah menerapkan BIG Data secara lebih maju.

"Sementara di Indonesia, relatif masih sangat kecil dan sebagian besar penggunaannya dikaitkan dengan metode maupun konsultan pemasaran," katanya kepada Bisnis (1/10/2014).

Teknologi BIG Data biasa digunakan dalam upaya meningkatkan kemajuan perusahaan seperti memperluas pasar, meningkatkan kepuasan pelanggan, segmentasi pasar, peningkatkan produk, dan lain sebagainya.

Sebelumnya, sebuah perusahaan biasanya melakukan analisa terhadap data yang terhubung, minimal data transaksi maupun industri yang terstruktur.

Dengan perkembangan transaksi online dan media sosial, persaingan usaha yang semakin ketat, maka analisa data terstruktur atau yang lebih dikenal sebagai Management Information System (MIS) dirasa tidak cukup.

Oleh karena itu, perusahaan perlu menjangkau data-data lain yang sebelumnya dirasa tidak relevan, termasuk unstructured data, maupu data sekeliling (surrounding).

"Perusahaan-perusahaan yang relatif besar, dengan operasi yang kompleks dan luas atau misalnya global merupakan mereka yang paling pertama menggunakan BIG Data ini. Di lingkungan kompetisi yang semakin meningkat dengan regulasi yang semakin ketat, maka perusahaan-perusahaan kecil menengah pun juga memerlukan BIG Data ini.

Sebagai contoh dalam perusahaan rokok, dengan ketentuan ke depan yang menerapkan tidak boleh lagi terdapat iklan rokok dalam bentuk billboard, maka membuaterusahaan beralih menuju ke analisa segmen pasar.

Hal tersbut dilakukan agar perusahaan dapat mengetahui preferensi suatu komunitas terhadap rokok berdasarkan jenis kelamin, usia, lokasi, perilaku belanja, pendapatan, dan hal lainnya.

"Tujuannya perusahaan dapat memasarkan produk yang tepat untuk segmen pasar yang tepat pada lokasi maupun waktu yang juga sesuai. Perusahaan-perusahaan yang beriklan di sosial media dapat mengetahui lebih detail profil klien ataupun interest group mereka dibandingkan dengan iklan TV."

Menurut Djarot, semakin lengkap dan akurat informasi yang dimiliki oleh perusahaan maka akan semakin berguna bagi pemahaman posisi produk maupun perusahaan, memudahkan pilihan arah pengembangan, bahkan dapat mengilhami sebuah transformasi baik produk maupun perusahaan.

Sayangnya di Indonesia, implementasi teknologi BIG Data terkendala pada informasi yaitu ketersediaan data yang riel atau kredibel, beberapa bahkan mesti membangun terlebih dahulu infrastruktur dan jaringan untuk dapat memperoleh data yang dituju

"Sementara itu, ukuran dan jangkauan operasi perusahaan di Indonesia relatif masih terbatas sehingga masih cukup meanfaatkan MIS dengan data transaksi dan terstruktur," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Ria Indhryani
Editor : Rustam Agus
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper