Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengajukan sebanyak 13 program baru pada 2014 dengan total anggaran mencapai Rp638 miliar lebih.
Menurut Kominfo inisiatif baru tersebut sesuai dengan isu strategis prioritas pembangunan Nasional yang tertuang dalam surat edaran Menteri PPN/Kepala Bappenas No.0086M.PPN/02/2013 perihal Penyusunan Inisiatif Baru RKP 2014.
Salah satu proposal yang diajukan adalah untuk program percepatan implementasi UU No.14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) sebesar Rp100 miliar. Adapun untuk pembangunan Center for Multimedia Production and Performance Art diusulkan anggaran sebesar Rp140 miliar.
Kominfo juga mengajukan proposal anggaran sebesar Rp150 miliar untuk implementasi layanan penyiaran televisi digital meski beberapa waktu terakhir muncul polemik dalam migrasi siaran televisi analog ke digital yang dipicu belum selesainya revisi UU Penyiaran.
Menteri Kominfo Tifatul Sembiring mengatakan anggaran sebesar Rp150 miliar tersebut akan digunakan untuk penyediaan 1 juta set top box. “Tahap pertama tahun depan akan dibagikan sebanyak 500.000 set top box,” ujarnya seusai Rapat Kerja dengan Komisi I DPR RI di Jakarta, Senin (9/9/2013).
Dia tidak menampik program televisi digital masih terkendala sejumlah hal salah satunya adalah putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permintaan uji materi Peraturan Menteri (PM) Kominfo No.22/2011 tentang Penyelenggaraan Televisi Digital.
“Tapi sampai sekarang kami belum menerima surat putusan itu dari MA dan yang dibatalkan kan hanya PM 22 dan 23, bukan rencana [migrasi televisi digital] secara keseluruhan,” katanya.
Tifatul menyebutkan siaran televisi digital adalah keniscayaan yang tidak dapat dicegah. Menurutnya sebanyak 92% negara di duia sudah melakukan hal tersebut. Dia menegaskan migrasi televisi digital dapat mengurangi konsumsi daya listrik oleh masyarakat karena siaran televisi analog paling tidak membutuhkan konsumsi daya sebesar 200 Watt.
Dia menegaskan aturan detail dalam program televisi digital akan dituangkan dalam UU Penyiaran yang saat ini tengah dibahas di DPR. Ketentuan tersebut juga akan mengatur mengenai pemisahan lembaga penyiaran menjadi lembaga penyiaran penyelenggara penyiaran multipleksing (LPPPM) dan lembaga penyiaran penyelenggara program siaran (LPPPS).
Kritik atas pemisahan tersebut sebelumnya dilontarkan oleh Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Judhariksawan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR RI beberapa waktu lalu. Menurutnya kondisi tersebut dapat memicu ketimpangan lantaran banyak pemilik IPP (izin penyelenggara penyiaran) yang belum BEP (break event point) dalam bisnisnya.
“Saya dengar sewa ke LPPPM tarifnya sampai Rp80 juta sampai Rp120 juta per bulan, apakah sangup televisi lokal membiayainya?” ujarnya.
Dia menambahkan hal itu juga akan memicu kecenderungan lembaga penyiaran untuk menjadi LPPPM lantaran lebih menguntungkan.