Inflasi Mengancam, Cloud Computing Jadi Solusi

Galih Kurniawan
Sabtu, 22 Juni 2013 | 15:15 WIB
Bagikan

Cloud Computing (wikipedia.org)

BISNIS.COM, JAKARTA—Sejumlah kalangan menilai cloud computing merupakan alternatif menarik bagi bisnis di tengah ancaman inflasi pasca-kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Teknologi tersebut diklaim dapat menciptakan efisiensi dalam proses bisnis.

Cloud computing bukan hanya sekadar teknologi, tapi juga model bisnis. Perusahaan dapat mengalihkan capex (capital expenditure) ke opex (operational expenditure), mereka juga less assets,” ujar General Manager PT Aplikasi Lintasarta Gidion Suranta Barus di Jakarta.

Dia menambahkan pasca-kenaikan harga BBM bersubsidi tak sedikit perusahaan yang mulai berpikir ulang atas pengeluaran TI (teknologi informasi) mereka. Potensi melonjaknya inflasi, katanya, bisa memicu pemotongan anggaran TI khususnya terkait infrastruktur. Kondisi itu semakin diperparah di mana TI masih dianggap sebagai sumber biaya paling besar.

Gidion menyebutkan berdasar salah satu riset, belanja TI di kalangan korporasi Tanah Air diprediksi mulai turun pada periode Juni hingga Desember 2013. Kondisi itu dipicu perhitungan ulang terkait tingginya komponen perawatan alias maintenance infrastruktur dan biaya listrik yang kebutuhannya meningkat seiring bertambahnya infrastruktur TI yang dimiliki.

Menurutnya berdasar data riset IBM saat ini sekitar 70% belanja TI di indonesia justru digunakan untuk meintenance alias perawatan. Gidion mengatakan TI seharusnya digunakan sebagai business enabler maupun menciptakan inovasi baru.

“Kalau berdasar perhitungan kami, efisiensi melalui penggunaan cloud computing selama 4 tahun bisa mencapai 26%. Setelah periode itu sangat mungkin ada perubahan lagi karena teknologi sudah pasti berkembang lebih maju,” ujarnya.

Menurut penelitian yang dilakukan Lintasarta terkait implementasi cloud computing belum lama inidiketahui sebanyak 50% perusahaan responden menyatakan dapat mengurangi biaya operasional. Sebanyak 20% perusahaan menyatakan lebih fleksibel dalam menghadapi perubahan bisnis yang cepat sedangkan 20% perusahaan menyatakan lebih berfokus pada core business dan tidak hanya TI.

Penelitian tersebut juga menyebutkan sebanyak 10% perusahaan menyatakan dapat mengubah capex menjadi opex. Adapun pada 2014 mendatang Lintasarta memprediksi sebanyak 90% korporasi di Indonesia akan mengizinkan karyawan menggunakan perangkat pribadi untuk bekerja. Konsep yang dikenal dengan istilah BYOD (bring your own device) itu dimungkinkan melalui penerapan teknologi cloud computing.

Gidion memprediksi infrastructure as a service (IaaS) adalah jenis layanan cloud computing yang paling banyak diadopsi di Indonesia saat ini. Menurutnya masih banyak perusahaan yang belum bisa lepas dari infrastruktur sebagai basis bisnis.

Dia menilai layanan cloud computing lain seperti platform as a service (PaaS) dan software as a service (SaaS) belum akan berkembang di Indonesia dalam waktu dekat meski beberapa perusahaan sudah menerapkannya.

“Banyak yang bilang sekarang Indonesia belum siap untuk SaaS. Tapi ke depan saya yakin arahnya akan ke sana. Perusahaan telekomunikasi sudah mulai mengembangkan bisnis berbasis aplikasi,” imbuhnya.

IaaS adalah model layanan cloud paling dasar di mana penyedia layanan menawarkan komputer baik fisik maupun virtual machines serta sumber daya lain. Dalam model PaaS penyedia layanan menawarkan platform komputasi yang biasanya meliputi sistem operasi, data base dan web server.

Adapun dengan model SaaS, perusahaan penyewa dimungkinkan mengakses aplikasi dan data base, sedangkan penyedial layanan mengatur infrastruktur dan platform-nya. Layanan semacam ini kerap disebut sebagai on demand software dan biasanya berbasis subskripsi.

Meski dinilai potensial, adopsi cloud computing di Indonesia bukannya tanpa tantangan. Menurut Gidion kendala terbesar yang dihadapi adalah kebutuhan edukasi serta rumor keamanan cloud computing. Dia menegaskan kedua hal tersebut akan teratasi manakala perusahaan semakin sadar dengan konsep yang ditawarkan cloud computing.

VAS Development Manager PT Aplikanusa Lintasarta Dhanny Lingga mengatakan adopsi cloud computing di Indonesia sudah menunjukkan peningkatan. Perusahaan dari sektor finansial, minyak dan gas dan manufaktur banyak menggunakan teknologi tersebut dalam proses bisnis mereka.

Research Director Services IDC Australia Pty Ltd Linus Lai sebelumnya mengatakan outsourcing teknologi informasi (TI) bakal menjadi tren di kalangan korporat. Selain memangkas biaya kebijakan tersebut dianggap paling tepat di tengah perkembangan teknologi yang semakin pesat.

Dia menyebutkan pergeseran telah terjadi di kalangan perusahaan dari memiliki hardware, software menuju ke managed services. Menurut data IDC lebih dari separuh perusahaan di kawasan Asia Pasifik kecuali Jepang khawatir dengan operasi data center. Sebanyak 54% fasilitas data center mereka telah berusia tua karena rata-rata dibangun di era 90-an.

Sebanyak 33% dari perusahaan yang disurvei juga mengalami masalah dengan keterbatasan tempat termasuk untuk sistem pengkabelan, sedangkan 20% di antaranya tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk pendinginan. Adapun sebanyak 17% tak memiliki sumber daya listrik yang mencukupi.

“Di Indonesia baru sekitar 30% [outsourcing]. Di sini sudah banyak sekali investasi bidang infrastruktur saya pikir pergeseran ke situ [managed IT services] akan baik,” ujarnya saat berada di Jakarta beberapa waktu lalu.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Galih Kurniawan
Editor : Fatkhul Maskur
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper