Teguh Triyanto : Jangan Minder, Tetapi Jangan Cepat GR

Sitta Husein
Rabu, 3 April 2013 | 09:02 WIB
Bagikan

Teguh Triyanto punya pengalaman hampir 30 tahun di bisnis penerbangan. Kini lelaki kelahiran Cilacap, 7 Desember 1959 memiloti PT Riau Airlines (RAL) sebagai Direktur Utama. Turbulensi pertama berhasil dia lewati dnegan mambawa RAL lolos dari prahara pailit.

Dengan berhasil menggaet investor baru, kini dia punya tantangan besar untuk menjadikan RAL sebagai maskapai kebanggaan Sumatra. Teguh berbagi kisah pengalaman panjangnya di bisnis penerbangan kepada Bisnis. Berikut petikannya :

Bagaimana Anda bisa membawa Riau Airlines lolos dari pailit?

Dimulai pada 12 Juli 2012 ketika kami dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Medan atas gugatan Bank Muamalat Indonesia (BMI). Keputusan itu membuat pengurus PT Riau Airlines (RAL) secara otomatis di ba wah pengampuan kurator yang ditetapkan oleh hakim pengawas Pengadilan Niaga Medan. Direksi tidak lagi memiliki kewenangan melakukan perbuatan hukum terhadap kekayaan perseroan.

Sejak itulah kami berpacu dengan waktu. Dua upaya hukum kami lakukan secara simultan, yaitu pertama kasasi dan kedua permohonan proposal perdamaian kepada para kreditur konkuren di bawah pemantauan kurator.

Singkat kata, akhirnya para kreditur konkuren sepakat menerima dan menyetujui proposal perdamaian PT RAL yang diajukan per 17 September 2012 atau hanya 2 bulan sejak dinyatakan pailit.

Apa yang ditawarkan RAL dalam proposal perdamaian?

Kami antara lain mengajukan restrukturisasi utang selama jangka waktu 8 tahun dan mengajukan potongan utang sebesar 23% atau setara dengan Rp60 miliar serta memastikan terjaganya going concern perusahaan.

Keberlangsungan bisnis tersebut dipastikan aman ketika kami akhirnya, alhamdulillah, mampu melakukan business deal (B to B) dengan PT Riau Investment Corporation (RIC) yang bertindak selaku investor baru.

Berdasarkan kesepakatan dengan kreditur konkuren itulah maka hakim PN Niaga Medan mengesahkannya dalam bentuk homologasi pada siding 11 Oktober 2012, dengan amar putusan; restrukturisasi utang selama jangka waktu 8 tahun, kami mendapat potongan utang sebesar 23% (setara dengan Rp60 miliar), dan status pailit kami dinyatakan berakhir. Alhamdulillah.

Kabarnya Anda mengajukan mundur setelah RAL lepas dari pailit?

Sebenarnya, saya sudah mengajukan permohonan pengunduran diri kepada pemegang saham pada tahun lalu, sebelum RAL dinyatakan pailit. Namun dengan pertimbangan yang tidak saya ketahui secara pasti, pada intinya permohonan itu belum disetujui. Saya kemudian terlibat dalam pengurusan penyelesaian pailit tersebut.

Kemudian pada kesempatan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa yang diselenggarakan oleh perseroan 8 Maret 2013 setelah RAL lepas dari pailit saya mengajukan permohonan pengunduran diri lagi langsung dihadapan 20 pemegang saham yang hadir saat itu.

Meskipun saya sudah menyampaikan bahwa going concern perseroan tidak akan terganggu sedikitpun dengan tidak adanya saya di RAL, kembali permohonan pengunduruan diri saya tidak disetujui.

Pertimbangan penolakan yang disampaikan oleh hampir semua pemegang saham yang hadir saat itu adalah adanya kekhawatiran atas tenggat waktu yang relatif pendek atas schedule waktu yang ditetapkan Pengadilan Niaga Medan terhadap konsekuensi atas amar putusan yang harus dipatuhi oleh perseroan.

Berapa dana segar yang disiapkan investor? Dialokasikan untuk apa saja dana itu?

Sekurang-kurangnya investor dan grupnya akan menyiapkan dana segar US$80 juta pada tahap awal. Dana itu yang akan kami pergunakan untuk pengadaan armada yang sesuai dengan pasar yang akan kami layani dan memenuhi standar regulasi yang diatur oleh UU Penerbangan.

Saya melihat bahwa penerbangan domestik Indonesia akan tumbuh sangat besar dan membutuhkan frekuensi yang lebih sering dibandingkan dengan pesawat terbang dengan kapasitas kursi yang besar.

Hal ini sesuai dengan struktur wilayah kita yang terdiri dari kepulauan. Misalnya, penerbangan dari Natuna ke Batam, Nias ke Medan, Belitung ke Palembang, untuk ini diperlukan frekuensi yang lebih sering dari pada armada dengan kapasitas besar.

Belum lagi jika ada pemodal yang mau melakukan terobosan dengan melakukan penerbangan langsung dari, contohnya, Nias atau Natuna ke Jakarta dengan pesawat jet kapasitas kursi 40-45 penumpang ekonomi saja.

Jika rute ini bisa dirintis maka akan tercipta penghematan secara nasional karena akan terjadi penghematan waktu dan biaya perjalanan masyarakat. Selama ini, para penumpang dari Nias harus ke Medan dan yang dari Natuna harus ke Batam baru ke Jakarta.

Sebenarnya, seperti saya pernah dengar, jika Indonesia benar kembali akan memproduksi N-250 yang merupakan pesawat regional turboprop rancangan asli Indonesia (IPTN) di mana pesawat ini dirancang untuk 50 penumpang, pada hemat saya ini adalah jenis pesawat yang cocok untuk rute-rute yang kami rencanakan.

Anda yakin dengan sumber daya manusia di RAL?

Key persons di perusahaan penerbangan punya andil atas sukses atau tidaknya sebuah airline. Dalam catatan saya, RAL telah berhasil secara tidak langsung menjadi salah satu ‘sekolah pilot’ terbaik di Indonesia.

Anda tahu, tidak sedikit dari mereka yang sekarang menjadi pilot andal di maskapai Indonesia adalah para pilot terbaik RAL yang ketika bergabung mereka banyak yang masih fresh graduate dari pendidikan atau masih menyandang pangkat first officer sebelum menjadi pilot terbaik kami.

Apabila mereka dapat melihat keseriusan pemegang saham RAL dan investor yang sekarang dalam melakukan dukungan operasi perseroan, serta mereka yakin akan terdapat kenyamanan dan ketentraman untuk bekerja, saya hampir yakin bahwa mereka akan berjuang bersama lagi untuk melahirkan RAL dengan visi dan misi yang baru, di bawah cara pengelolaan yang baru.

Bagaimana jalan ceritanya Anda bisa sampai menjadi eksekutif di maskapai?

Pesawat terbang sudah menjadi ‘sesuatu’ bagi saya sejak kecil. Saat masih bocah di SD, misalnya pas bermain layang-layang di kota kelahiran saya, Cilacap, saya selalu berteriak keras ke arah langit ketika ada pesawat terbang pastinya milik Garuda melintas, “hai pesawat Garuda, aku mau ikut terbang ke Amerika.” Hehehehe, tentu dengan bahasa Banyumasan yang medok. Waktu itu juga saya gak tahu di mana posisi Amerika Serikat. Pesawat itu pun pastinya cuma dengan tujuan dari atau ke Yogyakarta.

Ternyata, cita-cita saya menjadi kenyataan. Itulah mungkin yang orang-orang sebut bahwa cita-cita adalah energi positif. Saya akhirnya berkarier di Garuda Indonesia mulai tahun 1984. Waktu itu usia saya baru menginjak 24 tahun dan baru lulus kuliah.

Awalnya saya menjadi financial controller di unit pembelian suku cadang dan komponen penting. Nasib baik, saya mendapat training atas biaya perusahaan baik di dalam maupun luar negeri, sehingga mendapat kepercayaan manajemen untuk memimpin Garuda di Australia.

Ketika itu, sebelum reformasi, jabatan vice president marketing yang satu tingkat di bawah direksi di BUMN seperti Garuda masih jarang dipegang oleh mereka dengan usia kepala tiga. Saat itu saya masih berusia 36 tahun.

Kemudian, saat menjadi vice president senior pada salah satu strategic business unit di Garuda, saya memilih program second career. Saya mengundurkan diri pada usia 48 tahun untuk menekuni bidang yang saya senangi sebagai konsultan bisnis. Yang jelas saya berutang budi kepada Garuda.

Namun, mungkin sudah suratan dari Yang di Atas, setelah bergelut dengan dunia konsultan bersama para mentor dan para senior, ternyata saya harus kembali lagi ke bisnis penerbangan. Saya terpilih dari sekian calon direksi Riau Airlines yang mengikuti seleksi di lembaga independen milik Universitas Indonesia.

Susah dicerna dengan akal, atau memang cuma kebetulan saja, saya resmi diangkat menjadi Dirut RAL
pada 2010, bertepatan dengan hari ulang tahun saya.

Filosofi bisnis apa yang Anda dapat dari pengalaman panjang di dunia penerbangan?

‘Yakin dengan kemampuan diri sendiri’. Namun, prinsip itu harus ada lanjutannya; ‘Jangan pernah bertanding tinju di luar kelas kita.’

Kalau kita sudah yakin dengan segala potensi yang kita miliki, silakan melangkah. Ketika sudah berhasil, jangan langsung beranggapan kita sudah bisa mengalahkan semua.

Kalau kita bertanding tinju di kelas yang lebih rendah, begitu kita menang, orang tidak akan memandang
kemenangan kita sebagai suatu keberhasilan. Sebaliknya, ketika kita ngotot bertanding di kelas yang lebih tinggi, kemungkinan besar kita akan dihantam oleh petinju lain. Kalau bahasa anak mudanya; jangan minder, tetapi jangan cepat GR (gede rasa).

Bisa berikan contoh konkretnya?

Ada pelajaran yang saya dapat saat memimpin Garuda di Australia pada 1992-1996. Saat itu di Australia ada kelompok muslim yang bernama Moslem Society di bawah pimpinan Imam Fahmi (imigran dari Lebanon).

Mereka awalnya tidak pernah mengenal Garuda sebagai airline yang sangat pengalaman membawa ratusan ribu jemaah haji dari Indonesia ke Arab Saudi. Setiap musim haji, member Moslem Society di Australia selalu naik MAS yang dianggap maskapai kelas dunia tanpa pernah menoleh ke Garuda.

Tim kami berusaha keras agar teman-teman Moslem Society mau terbang bersama Garuda, dan akhirnya hal itu terjadi. Sebetulnya, secara jumlah mereka itu tidak signifikan karena paling banyak dua kloter. Namun, secara efek terhadap brand, sejak saat itu nama Garuda pun mulai dilihat di Australia dan disejajarkan dengan MAS serta penerbangan kelas dunia.

Contoh kedua, pada periode itu local staff (warga negara Australia) sedang mengalami demotivasi karena maskapai pesaing langsung kami sudah menggunakan pesawat jumbo jet yang lebih mutakhir. Penerbangan antara Australia ke Eropa mereka hanya dengan satu stopover, sedangkan kami harus empat kali stopover.

Secara hitung-hitugan bisnis, kami pasti tidak bisa melawan maskapai dengan jumbo jet mutakhir itu. Akibatnya, kami harus memutar otak ba gaimana caranya agar masyarakat Australia dan Eropa tetap menggunakan Garuda sebagai pilihan.

Kemudian kami menjalin kerja sama dengan pengusaha hotel di Bali tentu setelah melakukan subsidi silang terhadap komponen biaya kami bisa menarik minat penumpang karena mereka seakan-akan mendapatkan gratis berlibur 1-3 hari di Bali. Ternyata itu berhasil. Jadi yakinlah dengan kemampuan diri sendiri, tetapi jangan berlebihan.

Anda pernah bercerita tentang istilah ‘menanam orang’, Bisa lebih dijelaskan?

Setelah berkesempatan mengelola organisasi baik lembaga bisnis maupun sosial, saya semakin meyakini bahwa tidak ada yang lebih penting dari usaha dan kegiatan yang ditujukan kepada ‘menanam orang’.

Harus saya akui, saya tidak terlalu banyak ‘menanam orang’. Maksudnya, jika lebih arif sejak awal, saya pasti sudah ‘menanam orang’ lebih banyak dengan cara melatih, membantu, mendorong, dan mengarahkan mereka untuk mencapai tujuan yang mereka impikan.

Sepertinya tak ada kebahagiaan yang bisa menandingi ketika saya ketemu mereka lagi pada kesempatan lain di mana mereka sudah bertebaran menjadi general manager, vice president bahkan direksi di multi national company pada usia yang lebih lebih muda dibandingkan dengan ketika saya ada di posisi seperti itu dulu 15 tahun yang lalu.

Istilah kata, sukses sendiri itu kurang membahagiakan, tetapi kalau suk ses bersama-sama itu pasti jauh lebih menyenangkan. Seperti kalau dalam satu komunitas besar, hanya kita saja yang pakai Blackberry yang canggih, di mana enaknya ya...?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Sitta Husein
Editor : Others
Sumber : Eries Adlin
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper