Bisnis.com, JAKARTA — Langkah SpaceX, perusahaan dirgantara milik Elon Musk, menghentikan layanan internet Starlink dinilai sebagai tanda Indonesia belum memiliki kontrol kuat atas satelit orbit rendah tersebut.
Melalui laman resminya, perusahaan menyebut kapasitas Starlink sudah habis terjual di seluruh wilayah Indonesia. Starlink melayani wilayah rural dan perkotaan, termasuk kota-kota yang telah terjangkau serat optik.
Kondisi ini kembali memicu sorotan terhadap kebijakan pemerintah Indonesia yang dinilai terlalu longgar dalam mengatur kehadiran Starlink
Kepala Bidang Media Asosiasi Satelit Indonesia (Assi) Firdaus Adinugroho mengatakan pelaku usaha mendorong agar pemerintah bersikap lebih tegas kepada Starlink.
Mereka berharap pemerintah dapat memastikan kapasitas yang tersedia dari penyedia layanan satelit global, seperti Starlink, diprioritaskan untuk mendukung konektivitas di wilayah-wilayah yang belum terlayani, khususnya di daerah 3T.
Dengan hadir di daerah tertinggal, misi pemerataan digital akan lebih maksimal. Adapun yang terjadi saat ini, Starlink
“Prinsip keadilan akses dan pemerataan digital tetap harus menjadi pegangan utama dalam setiap kebijakan konektivitas nasional,” kata Daus kepada Bisnis, Selasa (15/7/2025).
Assi juga mendorong perlindungan dan pemberdayaan industri satelit nasional agar tetap memiliki ruang tumbuh yang adil dan berkelanjutan, demi menjaga kedaulatan dan ketahanan infrastruktur digital Indonesia.
Kedaulatan Data
Sementara itu, Syauqillah dari Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG UI) memberi peringatan keras atas dampak dari operasional layanan luar angkasa Starlink tanpa kontrol ketat dari dalam negeri.
Dalam kajian yang disusun SKSG UI pada 2023, disebutkan Starlink bisa beroperasi di wilayah-wilayah sensitif seperti Papua tanpa melewati jaringan nasional.
Hal ini dinilai berpotensi mengganggu kontrol informasi dan keamanan negara.
“Ini bukan sekadar soal koneksi, ini soal siapa yang mengendalikan informasi di wilayah rawan separatisme,” tulis Syauqillah.
Syauqillah juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap lalu lintas data Starlink yang tidak melewati gateway nasional, serta tidak tunduk pada aturan hukum lokal.
“Apakah data intelijen, data kesehatan, dan komunikasi strategis kita boleh begitu saja terbang ke luar angkasa dan kembali tanpa melewati kontrol nasional? Ini preseden yang sangat berbahaya,” tegas Syauqillah.
Komdigi
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) merespons langkah Starlink yang menghentikan layanan untuk pelanggan baru di Indonesia
Direktur Jenderal Infrastruktur Digital Komdigi, Wayan Toni Supriyanto menilai keputusan ini merupakan inisiatif dari penyedia layanan internet berbasis satelit tersebut karena keterbatasan kapasitas jaringan yang mereka miliki saat ini.
“Karena memang inisiatif mereka karena kapasitas jaringan mereka sudah habis untuk pelanggan eksisting,” kata Wayan saat dihubungi Bisnis.
Wayan juga menekankan pasar layanan satelit Indonesia tidak hanya bergantung pada Starlink. Kehadiran Starlink sebelumnya digadang-gadang sebagai solusi konektivitas di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
“Masih banyak layanan satelit lainnya misalnya seperti milik Telkomsat, PSN, OneWeb, dan lain-lain,” kata Wayan.