Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Dewan Ekonomi Nasional Indonesia Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkapkan bahwa penyaluran bantuan sosial (bansos) berbasis kecerdasan buatan (AI) berpotensi menghemat anggaran negara hingga Rp100 triliun.
Luhut menyebut salah satu mekanisme yang akan digunakan adalah teknologi pengenalan wajah (face recognition) untuk memastikan identitas penerima manfaat.
“Nanti yang tidak terima, yang harus terima, dia beneran langsung face recognition, dan kemudian segera datang kita kedatangan. Dengan begitu akan menghemat berapa triliun nanti? Rp100 triliun,” kata Luhut dalam acara Peluncuran Sahabat-AI Model 70B dan Chatbot di Jakarta pada Senin (2/6/2025).
Menurutnya, digitalisasi bukan lagi sekadar pilihan, melainkan kebutuhan strategis dalam tata kelola negara. Dia menyebut bahwa Presiden Prabowo Subianto menargetkan peluncuran sistem ini pada Agustus mendatang.
“Dengan digitalisasi kita akan menghemat banyak sekali nanti dana-dana ke depan, dan Presiden ingin ini diluncurkan pada bulan Agustus. Tentu itu untuk menyelesaikan ini semua masih butuh beberapa waktu lagi ke depan, tapi kita sudah mulai,” ujarnya.
Dia menambahkan bahwa pemanfaatan AI dalam sistem perlindungan sosial akan memungkinkan perubahan data penerima bansos secara dinamis, sesuai dengan kondisi ekonomi masyarakat dari waktu ke waktu.
Luhut juga menekankan pentingnya eksekusi yang tepat dalam pelaksanaan program-program pemerintah. Dia mencontohkan program pembangunan dapur umum dan ketahanan pangan sebagai bagian dari ekosistem ekonomi berbasis desa yang perlu dikawal pelaksanaannya agar efektif.
“Tapi menjadi isu adalah yang harus kita bantu ramai-ramai bagaimana eksekusinya ini, karena disitu nanti kesulitannya,” katanya.
Dia menilai bahwa pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8% bukanlah target yang mustahil jika semua pihak dapat bekerja sama secara kompak dan konsisten.
Luhut juga menegaskan bahwa keberhasilan program-program ini bergantung pada integritas dan keteladanan para pemimpin. Dia menolak keras praktik korupsi dan konflik kepentingan dalam birokrasi.
“Karena intinya menurut saya adalah keteladanan. Kalau pemimpin itu tadi tidak bisa memberikan keteladanan, tidak ada trust, tidak ada credibility, tidak ada credibility orang who cares buatnya. Jadi credibility is very important,” ungkapnya.