Bisnis.com, JAKARTA— Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang melibatkan perusahaan e-commerce besar seperti Tokopedia dan Shopee dinilai sebagai strategi bertahan di tengah seretnya pendanaan yang masih membayangi sektor ekonomi digital. Di sisi lain, persaingan juga makin sengit dan belum terlepas dari harga kompetitif.
Pengamat menilai langkah efisiensi ini bukan sekadar respons terhadap tekanan pasar, tetapi juga bagian dari upaya jangka panjang menghadapi persaingan yang semakin ketat.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mengatakan bahwa akuisisi Tokopedia oleh ByteDance menjadi salah satu contoh bagaimana efisiensi operasional dilakukan demi menekan biaya dan memperkuat posisi modal perusahaan.
“Ada motif melakukan efisiensi cost per unit yang dilakukan oleh ByteDance atau TikTok ketika melakukan akuisisi terhadap Tokopedia. Ada unit kerja yang bisa disatukan dalam kendali ByteDance selaku pemilik Tokopedia. Jadi ya ini adalah strategi untuk bisa lebih efisien. Kenapa harus efisien? Salah satunya untuk meningkatkan kekuatan permodalan guna menghadapi persaingan,” kata Huda saat dihubungi Bisnis pada Selasa (3/6/2025).
Menurutnya, persaingan di sektor e-commerce masih sangat dipengaruhi oleh strategi harga, yang menuntut perusahaan memiliki cadangan dana besar agar bisa terus memberikan diskon dan promosi.
Dia menambahkan bahwa efisiensi juga menjadi salah satu sumber utama pendanaan bagi perusahaan digital, terutama di tengah kondisi “tech winter” yang masih berlangsung.
Hal ini juga yang menurutnya mendorong Shopee mengambil langkah serupa untuk menjaga efisiensi dan daya saing.
“Salah satu sumber pendanaan adalah pendanaan dari keuntungan hasil penjualan atau efisiensi. Begitu juga dengan Shopee yang melakukan efisiensi dengan langkah yang serupa. Terlebih SEA juga merupakan perusahaan terbuka yang harus menghasilkan keuntungan agar bisa bersaing,” ujarnya.
Huda menambahkan bahwa praktik efisiensi seperti yang dilakukan Tokopedia dan Shopee tidak hanya terjadi di sektor ecommerce, melainkan juga di berbagai bidang digital lainnya.
Dia menjelaskan bahwa industri teknologi masih berada dalam fase “tech winter”, di mana aliran pendanaan ke ekosistem digital sangat terbatas. Kondisi ini membuat peluang memperoleh modal baru semakin kecil, sementara pada 2025 pendanaan masih cenderung seret.
Investor juga disebut masih menunggu kepastian kebijakan suku bunga dari The Federal Reserve (The Fed). Menurut Huda apabila suku bunga tetap tinggi, maka pendanaan ke sektor teknologi akan tetap terbatas.
Huda pun memprediksi bahwa tren PHK di sektor digital belum akan berakhir dalam waktu dekat. Meski demikian, dia tetap melihat ada peluang pertumbuhan di sektor ecommerce, walaupun tipis.
“Saya masih melihat ecommerce masih mempunyai peluang untuk tumbuh positif meskipun tipis di tahun ini. Masyarakat masih menggunakan ecommerce menjadi salah satu sarana belanja favorit. Terlebih masih ada ‘bakar uang’ yang menjadi andalan pemburu diskon. Jadi saya rasa masih akan tumbuh positif meskipun tipis,” tutup Huda.
Sebelumnya, TikTok Shop dikabarkan akan kembali memangkas ratusan karyawan di Indonesia, sebagai bagian dari efisiensi pasca penggabungan operasional dengan Tokopedia.
PHK ini disebut akan dilakukan pada Juli 2025 dan menyasar berbagai divisi, termasuk logistik, pergudangan, pemasaran, dan operasional. Langkah ini menyusul perampingan serupa tahun lalu, di mana sekitar 450 karyawan terdampak usai ByteDance mengakuisisi mayoritas saham Tokopedia.
Setelah penggabungan, jumlah total karyawan TikTok Shop dan Tokopedia berkurang signifikan, dari sekitar 5.000 menjadi hanya sekitar 2.500 orang.
Sementara itu, Shopee telah dua kali melakukan relokasi tim operasional ke wilayah dengan upah lebih rendah, seperti Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Meskipun perusahaan membantah adanya PHK massal dan menyebut kebijakan itu sebagai relokasi operasional, ribuan karyawan dilaporkan terdampak. Bagi mereka yang tidak bersedia dipindah, perusahaan menawarkan opsi pemutusan hubungan kerja.