Geopolitik
Ian menambahkan dengan menggunakan data AI yang dikelola di luar negeri, maka data tersebut harus siap digunakan oleh negara tersebut, termasuk data-data yang bersifat sensitif.
Ian juga menyoroti mengenai ancaman pengarahan informasi perihal geopolitik. Teknologi AI yang datanya diolah di luar negeri, berpeluang menghasilkan informasi sesuai dengan kepentingan negara tempat data tersebut diolah.
“Ini bisa berbahaya, karena masukan yang tidak sesuai dengan tujuan negara Indonesia (secara luas), maka akan condong ke sesuatu yang tidak diharapkan negara Indonesia, malah yang diinginkan negara lain. Ini sangat berbahaya,” kata Ian.
Untuk mengantisipasi setumpuk ancaman tersebut, Ian mendorong agar Indonesia mengembangkan AI secara berdaulat. Pengembangan tersebut dimulai dengan menyiapkan sumber daya manusia yang mumpuni dalam bidang AI, baik dari algoritma, data science dan lain-lain.
Kementerian yang berhubungan dalam pengembangan AI, seperti Komdigi, perlu menyiapkan kurikulum, serta karya AI Indonesia yang digunakan di dalam negeri.
“Dan ada ruang proxy untuk AI yang berasal dari luar. Sehingga minimal SDM Indonesia bisa terserap di Indonesia,” kata Ian.
Peluang
Sementara itu, Kolaborasi Riset dan Inovasi Industri Kecerdasan Artifisial (Korika) mengungkap peluang Indonesia untuk menjadi pemain AI masih terbuka selama berfokus pada empat hal.
“Pertama adalah mempersiapkan aplikasi-aplikasi AI di berbagai sektor. Itu kita sebut dengan kasus pemanfaatan,” kata Ketua Korika Hammam Riza.
Indonesia perlu memiliki aplikasi yang sesuai dengan kebutuhan sektor, yang dapat meningkatkan produktivitas atau menekan ongkos operasional. Aplikasi juga dapat membuat pekerjaan menjadi lebih ringan, khususnya untuk beberapa pekerjaan yang bersifat mengulang.
Kedua, lanjut Hammam, adalah menyiapkan data dan infrastruktur seperti data center, super komputer, GPU dan lain sebagainya. Tata kelola data, mulai dari pertukaran data hingga pelatihan data AI, tidak boleh merusak cipta ataupun copyright.
Pemerintah juga harus memastikan bahwa data yang digunakan aman, tidak lagi mencuri data-data pribadi.
“Data-data yang inklusif, data-data yang tidak bias, yang tidak memiliki sara,” kata Hammam.
Selanjutnya, kata Hammam, adalah fasilitas energi listrik. Dia berharap pengembangan AI Indonesia menggunakan energi baru dan terbarukan, tidak lagi bersumber dari energi fosil. Pengembangan AI akan memakan konsumsi energi yang besar. Untuk menekan dampak terhadap lingkungan, perlu menerapkan energi baru dan terbarukan.
Hammam menuturkan faktor lain yang harus disiapkan pemerintah untuk menghadirkan AI berdaulat, yang membuat Indonesia sebagai pemain tidak hanya pasar, adalah kebijakan. Pemerintah perlu menghadirkan regulasi yang berpihak pada kedaulatan AI.
Hammam menilai hakikatnya Indonesia memiliki modal besar berupa SDM yang melimpah untuk menjadi pemain AI. Indonesia hanya perlu meningkatkan kapasitas SDM tersebut dan menciptakan talenta-talenta digital berbakat dengan memberi pelatihan.
“Jadi tinggal bagaimana kita membangun kapasitas sumber daya manusia itu sehingga menjadi talenta-talenta AI yang unggul,” kata Hammam.