Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia dibayang-bayangi oleh informasi yang bias di tengah era kecerdasan buatan (AI) yang berkembang pesat. Hal itu dapat terjadi jika Indonesia gagal dalam menghadirkan AI berdaulat.
Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Yosef M. Edward mengatakan Indonesia perlu mengembangkan AI mandiri, yang dapat diberikan masukan, dilatih dan dikelola oleh Indonesia.
Ian berpendapat kekosongan kedaulatan AI dan ketergantungan pada teknologi luar negeri, akan berdampak pada kualitas informasi yang diterima oleh pengguna di Indonesia.
“Keluaran AI-nya bisa beda. Contoh karena input big data hukum di Amerika Serikat. Kalau ditanya mengenai penyelesaian hukum, maka yang keluar ada hukum di sana,” kata Ian kepada Bisnis, Kamis (20/3/2025).
Ian menambahkan dengan menggunakan data AI yang dikelola di luar negeri, maka data tersebut harus siap digunakan oleh negara tersebut, termasuk data-data yang bersifat sensitif.
Ian juga menyoroti mengenai ancaman pengarahan informasi perihal geopolitik. Teknologi AI yang datanya diolah di luar negeri, berpeluang menghasilkan informasi sesuai dengan kepentingan negara tempat data tersebut diolah.
“Ini bisa berbahaya, karena masukan yang tidak sesuai dengan tujuan negara Indonesia (secara luas), maka akan condong ke sesuatu yang tidak diharapkan negara Indonesia, malah yang diinginkan negara lain. Ini sangat berbahaya,” kata Ian.
Untuk mengantisipasi setumpuk ancaman tersebut, Ian mendorong agar Indonesia mengembangkan AI secara berdaulat. Pengembangan tersebut dimulai dengan menyiapkan sumber daya manusia yang mumpuni dalam bidang AI, baik dari algoritma, data science dan lain-lain.
Kementerian yang berhubungan dalam pengembangan AI, seperti Komdigi, perlu menyiapkan kurikulum, serta karya AI Indonesia yang digunakan di dalam negeri.
“Dan ada ruang proxy untuk AI yang berasal dari luar. Sehingga minimal SDM Indonesia bisa terserap di Indonesia,” kata Ian.
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyusun peta jalan (roadmap) terkait dengan kecerdasan buatan (AI), yang ditargetkan rampung 3 bulan lagi atau pada Juni 2025.
Roadmap ini ditargetkan rampung dalam tiga bulan ke depan atau Juni 2025 sebagai bagian dalam mewujudkan tata kelola AI di Indonesia.
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria mengatakan, pemerintah telah menyelenggarakan berbagai forum diskusi dan bekerja sama dengan para pemangku kepentingan untuk memastikan peta jalan yang disusun komprehensif.
"Diskusi sudah berlangsung di beberapa forum, termasuk juga kerja sama kita dengan beberapa organisasi dan beberapa company yang ikut mendukung,” kata Nezar.
Nezar menambahkan, regulasi yang telah diterapkan di berbagai negara dapat dijadikan referensi untuk menyusun peta jalan AI di Indonesia.
Dirinya mengapresiasi berbagai studi tentang tata kelola AI yang telah dilakukan oleh berbagai lembaga karena telah memberikan rekomendasi kepada pemerintah dalam penyusunan tata kelola AI yang lebih inklusif.
"Saya kira di sini pentingnya studi yang dibuat oleh teman-teman Mandala Consulting untuk membuat semacam mapping atau pemetaan terhadap posisi Indonesia," ujarnya.
Lebih lanjut, Nezar menegaskan pemerintah akan menerapkan regulasi yang berbasis insentif dan fleksibel untuk mendorong penerapan AI tanpa menciptakan beban kepatuhan yang tinggi.
Dirinya pemerintah akan fokus menyelesaikan tantangan terkait infrastruktur AI dengan memasukkan kebijakan yang inklusif untuk meminimalisasi cost of compliance yang tinggi di infrastruktur.
Kemudian juga mendorong investasi di infrastruktur untuk pengembangan AI dan talenta digital di bidang AI.
"Kita ada dalam early stage, dimana dua hal ini harus kita penuhi dulu sebelum kita bicara lompatan-lompatan ke depan," ucap Nezar.