Fortinet Ungkap Tren Serangan Siber 2025

Rio Sandy Pradana
Sabtu, 14 Desember 2024 | 16:52 WIB
Ilustrasi sistem keamanan leptop dan komputasi awan/Kaspersky
Ilustrasi sistem keamanan leptop dan komputasi awan/Kaspersky
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Fortinet memprediksi lanskap serangan siber pada 2025 yang mencakup metode serangan tradisional, tren baru kejahatan siber, hingga rekomendasi praktis untuk memperkuat pertahanan.

Berdasarkan Laporan Prediksi Ancaman Siber 2025 yang dirilis FortiGuard Labs, dikutip Sabtu (14/12/2024), kelompok Cybercrime-as-a-Service (CaaS) menjadi makin terspesialisasi, sementara pelaku ancaman mulai mengadopsi panduan serangan yang menggabungkan ancaman digital dan fisik untuk melancarkan serangan yang sangat terarah dan berdampak.

Country Director Fortinet Indonesia, Edwin Lim telah mengantisipasi munculnya beberapa tren kejahatan dunia maya pada 2025. Pelaku kejahatan siber akan selalu mencari cara baru untuk menyusup ke dalam organisasi.

"Namun, terdapat banyak peluang bagi komunitas keamanan siber untuk berkolaborasi dalam mengantisipasi langkah berikutnya dari para pelaku ancaman dan mengganggu aktivitas mereka secara efektif," kata Edwin dalam keterangannya, Sabtu (14/12/2024).

Dia menekankan keamanan siber adalah tanggung jawab semua pihak, bukan hanya tim keamanan dan TI. Misalnya, penerapan kesadaran dan pelatihan keamanan secara menyeluruh di seluruh perusahaan merupakan komponen penting dalam mengelola risiko.

Menurutnya, pihak lain juga memiliki tanggung jawab untuk mempromosikan dan mematuhi praktik keamanan siber yang kuat, mulai dari pemerintah hingga vendor yang memproduksi produk keamanan yang diandalkan.

Dia memperkirakan pada 2025, akan membawa gelombang baru serangan yang sangat terfokus dan didukung oleh AI. Mulai dari meningkatnya layanan Cybercrime-as-a-Service hingga konvergensi antara ancaman siber dan fisik.

“Kerugian yang ditimbulkan dari insiden siber tidak hanya berkaitan dengan dampak finansial langsung dari pembayaran tebusan. Biaya signifikan yang terkait dengan upaya pemulihan, yang dapat melebihi jumlah tebusan awal,” ujarnya.

Di sisi lain, pemulihan dari insiden siber sering kali memakan waktu lebih lama dari yang diharapkan. Edwin menyebutkan bahwa 50% organisasi melaporkan waktu pemulihan yang melebihi satu bulan, dengan beberapa kasus yang mungkin memakan waktu jauh lebih lama.

Menurutnya, teknologi AI dapat menganalisis sejumlah besar data dengan cepat, membantu organisasi mengidentifikasi dan merespons ancaman dengan lebih efektif. Penting sekali mengintegrasikan AI ke dalam strategi keamanan untuk tetap unggul dari para penjahat siber.

Kejahatan siber semakin kolaboratif dan terstruktur, dengan banyak aktor yang terlibat dalam mengoordinasikan serangan. Kompleksitas ini memerlukan kerangka keamanan yang kuat yang dapat beradaptasi dengan ancaman yang terus berkembang.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper