Audio Analog dan Digital: Sejarah, Perkembangan & Perbedaannya

Rio Sandy Pradana
Selasa, 3 Desember 2024 | 19:26 WIB
Ilustrasi audio analog dan digital. / Dok. Asawendo
Ilustrasi audio analog dan digital. / Dok. Asawendo
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Jenis audio digital dan analog masih menjadi perdebatan para penikmat musik di tengah gempuran bermacam teknologi gawai saat ini.

Padahal, dua jenis audio tersebut telah melewati perkembangan zaman yang tidak singkat. Arswendo Swissrianto, Founder Rumah Audio Indonesia, membagikan pandangannya mengenai perdebatan antara audio digital atau analog di sela-sela pameran Portable Audio Party Indonesia (PAPI) 2024, Sabtu (30/11/2024).

Pada mulanya perangkat audio dimulai menggunakan teknologi analog. Pertama kali yang melakukan eksperimen audio adalah Thomas Alva Edison yang menciptakan alat yang dapat merekam dan memutar suara bernama fonograf pada 1877 di Menlo Park, New Jersey.

Waktu itu fonograf menggunakan pita suara yang dipasang di lapisan film metal tipis. Gelombang suara dipancarkan melalui membran ke baut logam (jarum) yang bergetar cepat. Baut tersebut menggores pita di silinder yang berputar, sehingga menghasilkan suara yang diperkeras dengan bantuan corong.

Kemudian, teknologi pemutar suara tersebut berkembang menjadi piringan hitam atau vinyl record. Kecepatan putar piringan hitam juga berubah dari yang awalnya 78 rpm menjadi 33 1/3 rpm untuk long playing album dan 45 rpm untuk single atau extended play.

Pemutar audio analog. Dok. Asawendo
Pemutar audio analog. Dok. Asawendo

Lebih lanjut, piringan hitam tersebut berkembang lagi menjadi kaset menggunakan pita magnetik yang populer sejak tahun 1960-an hingga awal 2000-an.

Sementara, jenis audio digital menggunakan teknologi modern dan memiliki kualitas suara yang lebih detail dibandingkan dengan jenis analog.

Teknologi audio digital dikembangkan oleh akademisi dan peneliti, dimulai dengan penciptaan Pulse Code Modulation (PCM) digunakan untuk mewakili sinyal analog tersampel secara digital oleh Denon pada 1968.

Kemudian, Sony melanjutkan penelitian dan bekerja sama dengan Philips dari Belanda untuk menghasilkan teknologi compact disc (CD) pada 1982. Kehadiran CD tersebut telah merevolusi dunia audio dengan mengubah format analog seperti piringan hitam dan kaset menjadi format digital yang lebih jernih dan ringkas.

Arswendo yang akrab disapa Wendo ini menjelaskan perbedaan keluaran suara analog dan digital. Untuk suara analog lebih lembut atau tidak terdengar tajam (warm) dengan resolusi yang terbatas. Adapun, suara digital lebih menonjolkan detail semua frekuensi sehingga terdengar lebih jelas (clear).

Dia menuturkan perkembangan jenis audio analog di Indonesia dimulai sejak 1980-an hingga awal 2000-an. Akan tetapi sejak era 1990-an, kaset mulai ditinggalkan seiring dengan kemunculan CD.

Teknologi audio digital mulai makin berjaya setelah 2000-an dengan menjamurnya MP3 player hingga iPod yang kian menggeser audio analog.

Mulai 2020, pemutar musik digital makin populer dengan menawarkan kualitas suara yang lebih baik daripada CD dan MP3. Namun, konsekuensinya ukuran file musik menjadi berukuran lebih besar.

Wendo menyebut musik audio digital yang awalnya masih berbentuk fisik, kini turut berganti menjadi data yang bisa diakses melalui layanan streaming. Namun, penggunanya perlu membayar biaya layanan secara periodik untuk bisa terus menikmati musik dengan akses tak terbatas.

Ilustrasi audio digital./ BISNIS - Rio Sandy P.
Ilustrasi audio digital./ BISNIS - Rio Sandy P.

Layanan streaming musik semakin populer di kalangan anak muda usai pandemi Covid-19. Tercatat terdapat sejumlah layanan streaming musik yang populer mulai dari Spotify, Joox, YouTube Music, Deezer, hingga Tidal.

Kendati demikian, layaknya tren fashion yang selalu berulang, lanjutnya, kini banyak penikmat musik yang kembali menyukai hal-hal yang bersifat analog.

Mulai bermunculan kembali toko-toko khusus yang menjual peralatan audio analog. Pelanggannya juga bukan hanya orang berusia tua, tetapi juga banyak anak muda.

"Pada intinya, audio hanyalah salah satu sarana untuk menghibur, bukan untuk diperdebatkan mana yang lebih baik. Kedua jenis audio tersebut memiliki sisi keunikannya masing-masing, tergantung pada selera kita sebagai pendengarnya," ujarnya.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper