Aplikasi Temu Diduga Sarang Malware, Pemerintah AS Ajukan Gugatan

Ni Luh Anggela
Minggu, 30 Juni 2024 | 18:45 WIB
Logo aplikasi Temu. Aplikasi milik China menjual berbagai perlengkapan untuk konsumen/Alibaba.com
Logo aplikasi Temu. Aplikasi milik China menjual berbagai perlengkapan untuk konsumen/Alibaba.com
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Arkansas, negara bagian Amerika Serikat (AS) menggugat pemilik aplikasi belanja online asal China, Temu, lantaran dinilai memiliki kekuatan untuk mencuri data konsumen AS dan secara fungsional merupakan perangkat lunak berbahaya dan jahat, atau yang dikenal sebagai malware.

Jaksa Agung Tim Griffin menyampaikan, Temu dan perusahaan induknya PDD Holdings Inc. telah terlibat dalam praktik perdagangan yang menipu, dengan kebijakan pengumpulan data yang diterapkan perusahaan tersebut.

“Meskipun dikenal sebagai platform e-commerce, Temu pada dasarnya adalah malware dan spyware,” kata Griffin, melansir PCmag, Minggu (30/6/2024).

Griffin menyebut, aplikasi itu sengaja dirancang untuk mendapatkan akses tanpa batas ke sistem operasi ponsel pengguna. Temu juga disebut mengabaikan pengaturan privasi data pada perangkat pengguna, dan memonetisasi pengumpulan data yang tidak sah.

Untuk mendukung tuduhan tersebut, Griffin juga mengarah pada Google yang untuk sementara waktu menangguhkan aplikasi Pinduoduo milik PDD setelah versi yang tidak ada di Play Store ditemukan mengandung malware, dan Apple untuk sementara waktu menarik Temu dari App Store iOS karena gagal mengikuti aturan privasi wajib pada data pelacakan. 

Kendati begitu, dokumen tersebut tidak memberikan bukti langsung adanya mata-mata. Sebaliknya, laporan ini mengutip komentar dari kelompok pihak ketiga, termasuk perusahaan short-selling, yang khawatir dengan banyaknya data yang diduga dapat dikumpulkan Temu dari ponsel pengguna.

“Singkatnya, Temu tidak hanya mencari serangkaian data sensitif yang sangat banyak, jauh melampaui apa yang diperlukan atau bahkan dapat dibenarkan untuk aplikasi belanja, tetapi juga melakukannya dengan cara yang sengaja dirahasiakan dan sengaja dirancang untuk menghindari deteksi,” data gugatan tersebut.

Griffin juga mengklaim bahwa perusahaan tersebut dipimpin oleh mantan pejabat Partai Komunis China, yang memicu risiko keamanan yang signifikan bagi negara dan warga negara AS. Secara khusus, di khawatir pemerintah China dapat memaksa Temu untuk diam-diam memata-matai AS.

Tuduhan yang dilontarkan terhadap Temu juga digunakan terhadap  TikTok, yang berasal dari perusahaan China, ByteDance.

Pada April 2024, AS mengeluarkan undang-undang yang melarang TikTok karena kekhawatiran serupa akan adanya mata-mata dari China.  Akibatnya, aplikasi berbagi video tersebut dapat secara resmi dihapus dari toko aplikasi awal tahun depan kecuali ByteDance berhasil menantang hukum atau memutuskan untuk menjual TikTok.

Untuk saat ini, gugatan Griffin terhadap Temu hanya menuntut agar aplikasi belanja China menghentikan pengumpulan data dan membayar denda perdata. 

Namun demikian, setidaknya beberapa anggota parlemen dari Partai Republik telah meminta pemerintahan Biden untuk menyelidiki dan melarang Temu atas dugaan kaitan aplikasi tersebut dengan kerja paksa dan pencurian kekayaan intelektual. 

Temu belum menanggapi gugatan tersebut. Namun, juru bicara perusahaan mengatakan bahwa gugatan Griffin dilakukan tanpa adanya pencarian fakta independen.

“Tuduhan dalam gugatan tersebut didasarkan pada informasi salah yang beredar secara online, terutama dari short-seller, dan sama sekali tidak berdasar. Kami dengan tegas menyangkal tuduhan tersebut dan akan membela diri dengan sekuat tenaga,” tambah juru bicara tersebut.

Di Indonesia, aplikasi ini disebut berpotensi mengganggu pasar dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dalam negeri.

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, aplikasi ini jauh lebih berbahaya dibanding TikTok Shop lantaran selain harganya yang sangat murah, platform ini dapat memotong mata rantai antara produsen dengan konsumen.

“Jadi akan ada berapa banyak lapangan kerja di distribusi akan hilang. Nggak ada lagi itu namanya reseller, affiliator, nggak ada lagi, bahkan product-nya akan sangat murah karena diproduksi massal, pabrikan,” kata Teten usai menghadiri rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senin (10/6/2024).

Meski aplikasi ini belum masuk ke Indonesia, Teten memperingatkan kepada seluruh pihak untuk berhati-hati dengan kehadiran aplikasi ini. Mengingat, Temu sudah beroperasi di 58 negara dengan sekitar 80 pabrik yang langsung terhubung dengan konsumen di negara-negara tersebut. 

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Ni Luh Anggela
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper