Bisnis.com, JAKARTA - Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang berasal dari pemanfaatan spektrum frekuensi radio tercatat sebesar Rp21,1 triliun pada 2023. Capaian tersebut sedikit di atas target.
Melalui akun instagramnya, Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kemenkominfo menyampaikan bahwa Ditjen SDPPI senantiasa berupaya meningkatkan kualitas pelayanan publik yang berintegrasi dan transparan pada perizinan spektrum frekuensi radion (SPFR).
Dengan sejumlah upaya peningkatan tersebut capaian PNBP Kemenkominfo pun terpenuhi sedikit melebih target.
“Capaian PNBP BHP Spektrum Frekuensi Radio sebesar 105,34% atau Rp21,1 triliun,”tulis Ditjen SDPPI, dikutip Senin (15/1/2024).
Adapun jika dibandingkan dengan pencapaian pada 2022, PNBP yang berasal dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengalami kenaikkan sekitar 7,3% year on year/YoY. Pada 2022, tercatat PNBP Kemenkominfo sebesar Rp19,84 triliun. Biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi menjadi kontributor terbesar dengan menyumbang Rp19,65 triliun.
Nilai BHP Frekuensi ini diperkirakan akan kembali tumbuh seiring dengan rencana seleksi frekeunsi radio di pita 700 MHz dan 26 GHz yang bakal digelar Kemenkominfo dalam waktu dekat.
Direktur Penataan Sumber Daya Ditjen SDPPI Kemenkominfo Denny Setiawan mengatakan saat ini Kemenkominfo tengah menyiapkan sejumlah keperluan terkait lelang seperti regulasi terkait dengan kebijakan yang melekat kepada persiapan, pelaksanaan lelangnya dan kepada pemenang lelangnya nanti.
“Proses lelang diupayakan dilaksanakan 2024 setelah siapnya semua persiapan dan regulasi pendukung,” kata Denny kepada Bisnis.
Dia menambahkan pada prinsipnya, lelang mengutamakan pada termanfaatkannya seluruh spektrum pada pita frekuensi yang dilelang.
Denny belum dapat memberitahu berapa jumlah operator seluler yang akan mendapat spektrum di pita 700 MHz karena sifat lelang yang dinamis.
“Adapun jumlah pemenang lelang adalah hasil dari dinamika yang muncul selama proses lelang dan juga kompetisi,” kata Denny.
Seiring dengan lelang yang makin dekat, sejumlah pemangku kepentingan mulai dari vendor hingga operator seluler mengusulkan ada insentif pada lelang kali ini mengingat kondisi telekomunikasi yang sedang kurang baik.
Head of APAC at the GSMA Julian Gorman mengatakan bahwa harga spektrum baru merupakan salah satu isu di industri telekomunikasi, tidak hanya di Indonesia tetapi juga global.
Untuk menghadapi hal tersebut, seluruh pemangku kepentingan harus duduk bersama atau meniru terobosan yang dilakukan oleh beberapa negara seperti Brasil dan Selandia Baru.
“Di beberapa negara, misalnya Brasil, Selandia Baru, dan Eropa, para pembuat kebijakan telah mengadopsi model penetapan harga spektrum baru dengan menurunkan harga sebagai imbalan atas konektivitas, cakupan, dan pembangunan infrastruktur,” kata Julian kepada Bisnis, Minggu (14/1/2024).
Dia mengatakan untuk mewujudkan hal itu persyaratan izin apa pun harus diartikulasikan dengan baik, layak dan tercermin dalam harga spektrum.
Selain itu, pemerintah dan regulator juga harus mengadopsi kerangka kebijakan dan langkah-langkah yang mendukung keberhasilan peluncuran 5G, seperti pembagian infrastruktur secara sukarela, penyederhanaan aturan Right of Way, peningkatan akses terhadap mobile backhaul, dan pengurangan pajak dan biaya sektor tertentu.
Julian mengatakan meningkatnya biaya spektrum akan membuat para operator kesulitan untuk melakukan investasi signifikan yang diperlukan untuk pengembangan 5G, yang mengakibatkan peluncuran jaringan menjadi lebih lambat, pengalaman seluler yang lebih buruk bagi konsumen, dan hilangnya peluang pertumbuhan ekonomi yang datang dari aplikasi seluler yang mendukung 5G.