Sah! BTS Terbang Punya Frekuensi di Pita 900 MHz-2,6 GHz, Akhir Bisnis Menara?

Leo Dwi Jatmiko
Minggu, 24 Desember 2023 | 11:52 WIB
Ilustrasi HAPS yang dikembangkan Softbank/dok.website softbank
Ilustrasi HAPS yang dikembangkan Softbank/dok.website softbank
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - World Radiocommunication Conference (WRC) 2023 memutuskan wahana dirgantar super atau High Altitude Platform Station (HAPS) dapat beroperasi di Indonesia dengan menggunakan empat frekuensi di pita 900 MHz, 1800 MHz, 2,1 GHz dan 2,6 GHz. Keempat frekuensi tersebut memiliki ekosistem 4G yang matang di Indonesia. 

HAPS nantinya dapat mengangkut base transceiver station (BTS) 4G di ketinggian 18 km-25 Km (stratosphere) atau lebih rendah dibandingkan dengan ketinggian satelit orbit rendah, seperti Starlink, yang sekitar 550 km. 

Penempatan BTS di udara ini menjadi tahap lanjut perihal pengoperasian BTS, yang selama ini cenderung diletakan di tanah dan menempel dengan menara telekomunikasi. Maka, tidak heran jika HAPS kemudian disebut sebagai BTS terbang. 

“Hasil sidang MWC implementasi BTS terbang di ketinggian 900 MHz, 1800 MHz, 2,1 GHz dan 2,6 GHz,” tulis dalam akun instagram @SDPPI Kemenkominfo, Sabtu (23/12/2023). 

Ilustrasi HAPS yang dikembangkan Softbank
Ilustrasi HAPS yang dikembangkan Softbank

Sekadar informasi, salah satu perusahaan yang berfokus dalam pengembangan HAPS adalah Softbank. Belum lama mereka melakukan uji coba HAPS dan berhasil memverifikasi teknologi optimasi area cakupan yang memaksimalkan kapasitas komunikasi di seluruh area komunikasi yang dicakup oleh HAPS. 

Dilansir dari Satnews, uji coba lapangan menggunakan antena silinder siap 5G yang dikembangkan oleh SoftBank pada Desember 2023.

Bagian dari uji coba lapangan ini didasarkan pada proyek penelitian “Teknologi Optimasi Area Dinamis Menggunakan CPS untuk Platform Udara”, yang dipilih dan ditugaskan oleh Institut Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi (NICT) di Jepang untuk “Proyek Promosi Penelitian dan Pengembangan Beyond 5G”. 

Sunglider, sistem pesawat tak berawak (UAS) SoftBank yang dikembangkan untuk HAPS, dapat mencakup area luas hingga diameter maksimum 200 km. Jangkauan tersebut diklaim setara dengan jangkauan 400 BTS di pita 900 MHz - 2,6 GHz di bumi. 

Namun, untuk meningkatkan kapasitas komunikasi di setiap unit area, area komunikasi perlu ditutup dengan beberapa sel, yang sesuai dengan balok. Selain itu, kapasitas komunikasi dapat bervariasi tergantung pada karakteristik lokasi—seperti daerah padat penduduk atau daerah pegunungan yang jarang penduduknya—di dalam wilayah komunikasi.

SoftBank sedang mempertimbangkan untuk menggunakan antena silindernya sebagai jenis antena untuk “Service Link” yang memfasilitasi transmisi dan penerimaan data antara HAPS di stratosfer dan perangkat komunikasi di darat. 

Haps Softbank sendiri rencananya memiliki bentang sayap pesawat sepanjang 78 meter, dan digerakkan dengan 10 baling-baling. Wahana tersebut dapat terbang dengan kecepatan 110 kilomter per jam.  

Untuk bertahan di udara, Sunglider Softbank akan mendapat pasokan tenaga dari matahari. Seluruh sayap Sunglider rencananya dibalut oleh panel surya. Sunglider akan terbang berputar membentuk lingkaran untuk beberapa bulan. 

Ilustrasi Haps sebagai pelengkap pemain menara
Ilustrasi Haps sebagai pelengkap pemain menara

Dengan ketinggian terbang hanya 25 km-50 km, latensi yang diberikan Haps sangat rendah bahkan jika dibandingkan dengan Starlink Elon Musk. Haps dapat digunakan sebagal pelengkap antara menara dengan menara telekomunikasi lainnya sehingga tidak ada blankspot. 

Haps juga dapat digunakan untuk daerah rural yang sulit mendapat akses internet seperti daerah 3T. Dengan latensi yang rendah, HAPS dapat menjadi solusi untuk pemerataan akses internet. Meski telah mendapat frekuensi, isu lain dari teknologi ini adalah masalah keamanan. Harus dipastikan bahwa HAPS tidak akan mengganggu dan mengancam penerbangan di Tanah Air. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper