Bisnis.com, JAKARTA - Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) menyampaikan sebanyak empat negara tertarik untuk terlibat dalam pembuatan Satelit Satria-2. Mereka bersedia untuk memberikan pinjaman agar satelit 300 Gbps itu dapat mengorbit.
Kepala Divisi Infrastruktur Satelit Satria Bakti Kominfo Sri Sanggrama Aradea mengatakan pengadaan Satelit Satria-2 akan mengandalkan pinjaman dari negara asing. Rencananya satelit tersebut membutuhkan dana sebesa Rp13,7 triliun atau US$884 juta, termasuk biaya stasiun bumi.
“Negara-negara asing pemilik teknologi yang berminat ada China, Amerika Serikat, Inggris,dan Perancis. Jadi nanti satelinya dibangun di sana dengan teknologi mereka,” kata Aradea kepada Bisnis, Jumat (15/12/2023).
Dia mengatakan keempat negara tersebut memiliki teknologi yang terbaik perihal sateli untuk saat ini.
Satria-2 merupakan bagian dari rencana strategis Kemenkominfo 2020-2024, Satria-2 memiliki kapasitas 2 kali lipat lebih besar dari Satria-1 yaitu 300 Gbps. Tujuan menghadirkan satelit ini adalah untuk memberikan internet yang lebih mumpuni di daerah rural.
Pada Februari 2022, mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate sempat menerima kunjungan kehormatan Duta Besar Inggris untuk Indonesia, ASEAN dan Timor Leste H.E. Owen Jenkins.
Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar satu jam itu, Johnny dan Duta Besar Owen Jenkins membahas kerja sama Satria-2 yang akan dibangun Airbus lewat pembiayaan UK Export Financing.
Adapun mengenai kerja sama dengan Airbus, kata Aradea, Bakti masih terus menjalin komunikasi. Saat ini pengadaan Satelit-2 masih dikaji.
“Kami melihat pada akhirnya akan menggunakan teknologi satelit milik mereka, tidak hanya Inggris ya, juga Perancis dan Amerika Serikat,” kata Aradea.
Aradea mengatakan kemungkinan Satelit Satria-2 terdiri dari 2 satelit. Masing-masing satelit mengangkut kapasitas 150 Gbps.
Kemudian untuk slot orbit, lanjutnya, sudah tergabung dalam satu komoditas pabrikan pembuat satelit. Artinya, penetuan slot orbit menjadi tanggung jawab pembuat satelit.
“Misalnya negara A, dia akan membuat 2 satelit Satria-2 beserta slot orbitnya. Akan tertanam di paket penawaran. Orbit Indonesia atau orbit dari mereka, itu pilihan pembuat satelit,” kata Aradea.
Sementara itu, pengamat sekaligus konsutan teknologi satelit Kanaka Hidayat mengatakan kebutuhan terhadap layanan data, termasuk internet dari satelit, di daerah rural terus bertambah. Menurut data yang dimiliki Kanaka, pertumbuhan konsumsi data satelit di daerah rural mencapai 10% per tahun.
“Kebutuhan terhadap internet terus naik, jadi jika dahulu 2 Mbps sekarang 10 Mbps, sekarang 4 Mbps maka 10 tahun lagi akan terasa sangat kecil,” kata Kanaka.