Bisnis.com, JAKARTA – Populix, sebuah perusahaan riset, mengungkapkan sebanyak 55% masyarakat Indonesia khawatir pekerjaan mereka akan digantikan oleh kecerdasan buatan (AI), yang kemudian berdampak pada ketidakpuasan kerja dan meningkatnya stres.
Dalam whitepaper berjudul Indonesia 2023 A.I. Living Landscape, sisanya sebanyak 45%, menganggap AI memungkinkan proses kerja yang lebih efisien berkat kemampuan dalam mengotomatisasi tugas-tugas sederhana dan bersifat berulang.
Co-Founder dan CTO Populix Jonathan Benhi mengatakan terlepas dari kenyamanan dan efisiensi yang ditawarkan, terdapat juga kekhawatiran di antara masyarakat Indonesia mengenai etika, privasi, dan dampak teknologi ini terhadap masa depan dunia kerja.
“Namun, dalam penggunaannya AI sangat bergantung pada Big Data dan data pribadi yang berpotensi bocor atau disalahgunakan,” kata Jonathan, dikutip Kamis (30/11/2023).
Tak hanya ancaman terhadap berkurangnya lapangan pekerjaan di Indonesia, AI juga menimbulkan kekhawatiran dari sisi privasi, keamanan, hingga bias.
Teknologi AI yang berasal dari mesin pembelajaran membawa risiko bias dan diskriminasi ketika dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan dalam konteks perekrutan tenaga kerja, persetujuan pinjaman, dan peradilan pidana.
Sementara itu, pengumpulan dan pemanfaatan data pribadi secara ekstensif untuk pengaplikasian teknologi AI menimbulkan pertanyaan tentang privasi data.
Benhi mengatakan pesatnya kemajuan teknologi kecerdasan buatan (AI) tak luput dari berbagai faktor, termasuk peningkatan daya komputasi, ketersediaan kumpulan data yang makin luas, dan terobosan inovatif dalam desain algoritma.
Salah satu manfaat dari teknologi ini yakni mampu mengefisiensikan pekerjaan yang berulang dan menganalisis data secara akurat, sehingga mendorong potensi bisnis untuk terus tumbuh dengan cepat.
Dengan kurangnya keterampilan Internet yang diajarkan dalam sistem pendidikan di Indonesia, risiko penipuan berbasis AI menjadi makin mengkhawatirkan.
Oleh sebab itu, diperlukan penerapan AI yang bertanggung jawab dengan mengedepankan prinsip-prinsip etika dan transparansi di sepanjang siklus hidup AI.
Tujuannya adalah untuk memastikan sistem AI tidak hanya unggul secara teknis, tetapi juga sejalan dengan nilai-nilai sosial dan standar etika yang berlaku di Indonesia. (Afaani Fajrianti)