Asa dari Seikat Pelepah untuk Masa Depan Bebas Sampah

Anggara Pernando
Senin, 6 November 2023 | 10:55 WIB
Rengkuh Banyu Mahandaru dari Plepah Indonesia sedang mengawasi pekerja mencetak kemasan dari pelepah pinang./Istimewa
Rengkuh Banyu Mahandaru dari Plepah Indonesia sedang mengawasi pekerja mencetak kemasan dari pelepah pinang./Istimewa
Bagikan

Meningkatnya volume sampah plastik stirofoam membuat para pendiri Plepah Indonesia gundah. Terlebih setelah mereka menyaksikan langsung bagaimana sampah plastik menjadi ancaman serius bagi laut. “Sebagai city boy yang dulunya ga peduli amat, kami terpanggil untuk melakukan aksi,” ujar salah satu pendiri Plepah, Rengkuh Banyu Mahandaru.

Bisnis.com, JAKARTA –– Deretan gulungan pelepah pinang yang terletak di rak besi setinggi 180 meter menyambut mata saat Bisnis tiba di pabrik pengolahan kemasan ramah lingkungan milik Plepah Indonesia, Jumat siang (3/11/2023). Rak besi itu berada persis di sebelah kiri pintu masuk utama. Tak jauh dari situ ada bak pembersihan dan perendaman sebagai bagian dari proses produksi. 

Pelepah-pelepah itu tersusun dalam tiga kelompok sesuai dengan ukuran produk yang akan dihasilkan. Setiap ikatan rata-rata berisi 50 lembar pelepah. Kelompok pertama disebut upih 1 yang bakal diolah jadi wadah atau kontainer makanan ukuran 750 ml. Kelompok kedua adalah upih 2 untuk diolah jadi kontainer berukuran 1.500 ml. Sedangkan kelompok lainnya adalah upih 3 yang akan diolah jadi wadah kompartemen.

"Susunan ini memudahkan nanti untuk proses produksi," ujar Edy, salah seorang pekerja di pabrik Plepah Indonesia yang Bisnis temui, Jumat (3/11/2023). 

Pabrik  yang terletak di Kawasan Sains Teknologi (KST) Soekarno kompleks Badan Riset dan Inovasi Nasional, Cibinong, Bogor, Jawa Barat itu menjadi salah satu tempat produksi kemasan dan alat makan ramah lingkungan. Bentuknya mirip seperti stirofoam yang banyak ditemukan jadi pembungkus jajanan pasar dan makanan. Namun ada yang istimewa lantaran kemasan itu terbuat dari bahan alami dan biasa menjadi limbah petani di beberapa wilayah Indonesia, pelepah pinang. 

Pemanfaatan pelepah pinang menjadi wadah ramah lingkungan lahir dari ide tiga pendiri Plepah Indonesia; Rengkuh Banyu Mahandaru, Almira Zulfikar, dan Fadhan Makarim. Ketiganya merupakan lulusan Institute Teknologi Bandung. Dengan gagasan dan harapan bisa memanfaatkan limbah pelepah itulah pada 2018 mereka mulai mengembangkan produk inovatif yang kini dikenal dengan merek Plepah. 

Rengkuh bercerita, ide memanfaatkan pelepah pinang muncul setelah ia mendapat kesempatan mengunjungi beberapa negara. Perjalanan itu membuat ia melihat pemanfaatan bahan dari alam untuk pembungkus makanan seperti ditemukan di India. Apalagi, penggunaan wadah organik sebenarnya juga sudah dilakukan masyarakat di beberapa wilayah di Indonesia.  

Di saat yang sama ia juga tergerak untuk memanfaatkan bahan alam menjadi kemasan makanan lantaran menemukan fakta bahwa sampah plastik dan stirofoam sudah semakin mengganggu dan merusak lingkungan. Merujuk data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di 18 kota Indonesia, pada 2018 ditemukan sebanyak 0,27 ton hingga 0,59 juta ton sampah masuk ke laut didominasi oleh stirofoam. Padahal sampah stirofoam membutuhkan waktu sekitar 500 tahun sampai 1 juta tahun untuk dapat terurai oleh tanah.

Rasa gundah itu, mendorong lulusan desain produk ITB itu tergerak untuk memikirkan kemasan alternatif. Ia dan dua rekannya pun mulai mencoba beberapa bahan seperti daun jagung, dan daun pisang kering. Pilihan akhirnya jatuh pada pelepah pinang karena strukturnya lebih kuat dan mudah didapat. Hal yang terpenting, pelepah pisang dapat terurai dengan tanah maksimal dalam 60 hari. Di sisi lain, selama ini pelepah pinang biasanya hanya menjadi limbah, dibakar atau dibiarkan mengurai di tanah. 

“Mulailah kami bikin studio kecil di Bandung mengeksplorasi alat produksi dengan riset dan pemanfaatan teknologi,” ujar Rengkuh. 

Pada tahap awal ia dan tim mencoba berbagai teknik dan cara untuk menghasilkan printing produk yang sesuai. Mereka pun mulai memodifikasi mesin produksi yang dapat mengubah pelepah pinang menjadi kemasan makanan. Hal yang tak dilupakan adalah bagaimana menghasilkan desain yang menarik. 

Setelah melalui berbagai percobaan akhirnya disepakati untuk menyulap pelepah menjadi stirofoam. Rengkuh mengatakan produk berbentuk stirofoam sengaja dipilih agar lebih mudah diterima masyarakat. Apalagi kata Rengkuh produk yang mereka buat memang dimaksudkan untuk membangun kesadaran publik menggunakan produk ramah lingkungan. 

“Maka kami membuat produk transisi dari yang tidak ramah lingkungan menjadi ramah lingkungan sehingga orang akhirnya terbiasa. Bentuknya sengaja dipilih stirofoam agar orang tahu fungsinya untuk mengemas makanan dan orang bisa beralih menggunakan kemasan yang mendukung keberlanjutan,” ujar Rengkuh lagi.

Asa dari Seikat Pelepah untuk Masa Depan Bebas Sampah

Pekerja melakukan sortasi pelepah pinang sebelum diolah menjadi pengganti kemasan stirofoam./Bisnis – Anggara Pernando.

Nilai Tambah Kemasan Plepah 

Perjalanan baru mengembangkan kemasan ramah lingkungan dimulai pada 2019. Saat Rengkuh bersama rekannya mulai menemukan bentuk kemasan yang akan dibuat, tawaran kerja sama dalam project konservasi datang menghampiri. Rengkuh pun tertarik untuk bergabung pada program yang digelar di wilayah Musi Banyuasin Sumatra Selatan. 

Gayung bersambut, Rengkuh dan para pendiri Plepah Indonesia mendapat tantangan untuk bisa memberdayakan masyarakat di sekitar hutan agar bisa memanfaatkan alam dan berhenti melakukan perambahan hutan dan perburuan hewan liar. Kesempatan itu mereka gunakan untuk memanfaatkan inovasi kemasan ramah lingkungan menjadi salah satu sumber ekonomi. 

“Kami mulai lakukan pendampingan, memperkenalkan produk kemasan dari pelepah pinang dan memberi pelatihan kepada masyarakat di sekitar hutan,” ujar Rengkuh. 

Tak cukup sampai di situ, mesin produksi kemasan dari pelepah yang sudah dikembangkan, diboyong dari Bandung. Rengkuh dan tim ingin kemampuan masyarakat dalam memproduksi kemasan berbahan pelepah pinang juga didukung dengan pemanfaatan teknologi. Maka dimulailah proses produksi stirofoam dari pelepah pinang untuk skala usaha.

Menurut Rengkuh dalam dua tahun pertama hal yang paling menantang adalah memastikan kualitas tetap terjaga. Untuk mengurangi risiko gagal produk, tim Plepah Indonesia melibatkan ibu-ibu untuk quality control. Sementara itu bapak-bapak selain membantu produksi juga mengumpulkan pelepah pinang yang jatuh tetapi masih bagus untuk jadi bahan baku. 

Ia menyebut pemberdayaan masyarakat menjadi poin penting dalam proses produksi. Permintaan pasar pun meningkat yang mendorong Plepah Indonesia membuat pabrik di Jambi. Daerah ini dipilih karena bahan baku pelepah pinang mudah didapat di provinsi ini.

Asa dari Seikat Pelepah untuk Masa Depan Bebas Sampah

Pelepah pinang yang telah dipotong sesuai ukuran dilakukan pencucian oleh pekerja./Istimewa.

Pada 2020, pandemi yang terjadi mengubah perjalanan sekaligus menjadi lompatan baru bagi bisnis Plepah Indonesia. Wabah yang disebabkan virus Covid-19 membuat mobilitas ke Jambi dan Sumatera Selatan tak lagi lancar. Untuk memastikan operasional tetap jalan, tim Plepah mendirikan pabrik baru di Cibinong, Bogor. Seiring bergulirnya waktu, mereka mulai mendapatkan pendanaan pihak ketiga. Suntikan modal itu menjadi bekal bagi Plepah berinovasi dan meningkatkan produksi. 

Meski begitu menurut Rengkuh, ada sedikit perbedaan antara pabrik Cibinong dengan dua pabrik lain di Pulau Sumatra. Selain produksi, tim Plepah juga menjadikan pabrik di Cibinong sebagai pusat riset untuk perbaikan dan pengembangan produk. Sedangkan untuk produksi skala besar tetap masih diprioritaskan di tempat lama. 

“Pertimbangan supply bahan baku dan transportasi agar produksi lebih efisien,” ujar Rengkuh. 

Ia mengatakan saat ini Plepah Indonesia bisa menghasilkan hingga 120.000 keping stirofoam dengan tiga bentuk produk setiap bulannya. Kemasan plepah yang dibuat di Musi Banyuasin dan Jambi lebih diprioritaskan untuk ekspor sedang yang diproduksi di Cibinong untuk memenuhi permintaan dari Jabodetabek dan Bali. 

Di sisi lain, di tengah produksi yang terus bertambah, Rengkuh mengatakan salah satu tantangan yang mereka hadapi adalah nilai keekonomian produk stirofoam dari pelepah pinang yang masih jauh di atas harga stirofoam plastik. Satu stirofoam pelepah pinang dihargai antara Rp2.500 - Rp6.000 sehingga butuh strategi khusus agar penjualan tepat sasaran. 

Komitmen untuk Masa Depan

Asa dari Seikat Pelepah untuk Masa Depan Bebas Sampah

Kemasan pengganti plastik stirofoam./Istimewa 

Besarnya biaya produksi tak membuat Rengkuh dan tim patah arang. Mereka yakin dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat, penggunaan kemasan ramah lingkungan akan semakin diminati. Di sisi lain, ia mengatakan saat ini tim plepah terus mengembangkan inovasi agar bisa menemukan formula untuk menekan biaya produksi. 

“Jujur kami tidak terlalu banyak menggunakan strategi marketing dengan harapan orang willing to pay dan datang dengan kesadaran. Kami berupaya pembeli datang secara organik,” ujar Rengkuh. 

Untuk meningkatkan awareness publik, Rengkuh mengatakan tim Plepah bekerja sama dengan beberapa toko organik yang sudah memiliki beberapa cabang di Jabodetabek. Selain itu mereka juga bekerja sama dengan sejumlah e-commerce. 

Upaya dan tekad itulah yang membuat Plepah makin dikenal. Rengkuh dan tim juga sering tampil di even yang mengangkat tema ramah lingkungan dan keberlanjutan untuk  semakin memperkenalkan stirofoam dari pelepah pinang. 

Menurut Rengkuh saat ini Plepah Indonesia sudah menandatangani kesepakatan ekspor ke Jepang dan Jerman. Ia berharap bisnis kemasan ramah lingkungan yang mereka kembangkan terus tumbuh sehingga bisa menyerap lebih banyak tenaga kerja. 

Semangat yang ditunjukkan para pendiri ini membuat Plepah mendapat perhatian dari berbagai pihak. Pada 2020, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menobatkan Plepah Indonesia meraih award Bangga Buatan Indonesia. Di tahun yang sama mereka meraih Top 20 Good Design Award untuk kategori desain produk kemasan ramah lingkungan oleh Kementerian Perindustrian.

Namun bagi Rengkuh di luar penghargaan yang diterima ia sangat termotivasi menggugah kesadaran masyarakat untuk menggunakan kemasan ramah lingkungan. Menurut Rengkuh saat ini Plepah Indonesia sudah memperkerjakan setidaknya 30 karyawan dan melibatkan sekitar 100 kepala keluarga dari beberapa desa di Jambi dan Sumatera Selatan.

“Kami ingin memberi dampak yang luas dan bisa dirasakan banyak orang,” ujarnya.

 

Asa dari Seikat Pelepah untuk Masa Depan Bebas Sampah

Salah satu pendiri perusahaan rintisan Plepah Indonesia, Rengkuh Banyu Mahandaru./Istimewa

Pada 2023 dedikasi dan tekad pantang menyerah tim Plepah rupanya juga mencuri perhatian sejumlah tokoh yang menjadi juri dalam ajang  Satu Indonesia Award 2023. Melalui seleksi yang ketat, Rengkuh dan tim Plepah Indonesia mendapat penghargaan untuk kategori kelompok dari PT Astra International Tbk yang diumumkan, Rabu (1/11/2023) lalu. 

Presiden Direktur Astra Djony Bunarto Tjondro mengatakan penghargaan ini merupakan apresiasi yang diberikan Astra kepada anak bangsa yang dinilai memberi manfaat bagi masyarakat yang tersebar di seluruh Indonesia. "Inovasi dan semangat mereka mengabdi untuk masyarakat adalah sebuah ketulusan untuk bangsa ini dan inspirasi yang patut dicontoh dan diapresiasi oleh kita semua,” ujar Djony. 

Djony mengatakan para penerima Satu Indonesia Award untuk 2023 istimewa lantaran adanya penambahan satu kriteria dalam penilaian. Kali ini Astra menambahkan kriteria dengan mencari sosok atau kelompok yang  menunjukkan komitmen pada aspek keselarasan program dengan prinsip keberlanjutan, yakni environmental, sustainability, and governance (ESG) Indonesia. 

Bagi Rengkuh dan tim Plepah, apresiasi dari Astra menjadi tambahan semangat untuk bertumbuh. Rengkuh mengatakan kunci utama yang ingin disebarluaskan Plepah Indonesia adalah membangun kesadaran masyarakat untuk beralih menggunakan produk ramah lingkungan demi masa depan yang lebih baik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Anggara Pernando
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper