Bisnis.com, JAKARTA - Pada abad ke-21 ini, kita menyadari bahwa sumber daya manusia adalah faktor yang paling penting dalam fungsi produksi. Bukan modal, bukan teknologi, dan bukan pula nilai ekspor bersih. Manusialah inti dari bisnis.
Indonesia, dengan 145 juta jiwa tenaga kerja, memiliki potensi yang luar biasa. Terlebih pada tahun 2040, Indonesia akan mencapai puncak jumlah tenaga kerja, yaitu 70% dari total populasi. Namun, hingga kini rata-rata produk domestik bruto per kapita Indonesia masih tertinggal dari negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand. Hal ini menandakan bahwa potensi dan tingkat kesejahteraan di Indonesia masih belum tercapai.
Tenaga Kerja Indonesia Menghadapi Persaingan Global
Di era ini, kesempatan kerja tidak lagi terhalang dengan batasan geografis. Hal ini menjadi peluang bagi tenaga kerja Indonesia, tetapi juga menyajikan tantangan persaingan global. Untuk menjadi kompetitif secara global, sejumlah masalah terlebih dahulu harus diselesaikan.
Pertama, dalam hal produktivitas pekerjaan. Dalam 5 tahun terakhir, pendapatan tenaga kerja mengalami peningkatan 49%, tetapi produktivitas tenaga kerja di Indonesia hampir tidak mengalami peningkatan. Hal ini menciptakan persepsi bagi pelaku usaha, bahwa tenaga kerja Indonesia kurang kompetitif.
Kedua, sistem pendidikan formal Indonesia masih belum mampu menjembatani keterampilan tenaga kerja dengan kebutuhan industri. Sebanyak 60,62% angkatan kerja memiliki keterampilan yang tidak sesuai dengan kebutuhan industri.
Ketiga, tingkat partisipasi kerja dalam sektor formal yang belum optimal. Menurut data tahun 2023, 1 dari 20 orang dalam angkatan kerja masih berstatus pengangguran. Selain itu, 60% dari angkatan kerja memiliki pekerjaan informal sehingga rentan kehilangan pekerjaan dan mendapat upah rendah.
Tingginya pengangguran dan pekerja informal membuat angkatan kerja masih terkungkung dalam kemiskinan. Tanpa intervensi yang tepat, siklus kemiskinan tersebut tidak akan terputus.
Kolaborasi Pemerintah, Perguruan Tinggi, dan Industri, serta Tantangannya
Peningkatan kualitas tenaga kerja hanya dapat terjadi apabila pemerintah, perguruan tinggi, dan industri bahu-membahu mewujudkannya. Namun, kolaborasi ini tidak lepas dari tantangan berikut:
Terbatasnya Akses Pendidikan dan Pelatihan Secara Digital
Kesenjangan kesejahteraan pada angkatan kerja saat ini disebabkan oleh ketidaksetaraan struktural. Usaha untuk memperkecil kesenjangan tersebut sudah diupayakan oleh banyak pihak, salah satunya dengan memanfaatkan teknologi digital.
Sebagai contoh, sebelum berbagai universitas ternama meluncurkan program online, solusi digital sudah tersedia untuk melayani angkatan kerja yang tidak berkecukupan. Misalnya, program online Universitas Bisk yang dimulai pada tahun 1990-an, ditujukan untuk membantu pekerja wanita dari komunitas minoritas.
Model keberhasilan pendidikan online di Indonesia dapat diambil dari preseden sejarah tersebut. Namun, masih ada tantangan besar dalam mengimplementasikan perkuliahan online di Indonesia, yaitu persyaratan akreditasi dan fasilitas. Biasanya hanya universitas yang mapan dan memiliki sumber daya cukup yang dapat mengamankan lisensi untuk mengadakan perkuliahan online. Hal ini berpotensi memperdalam kesenjangan antara kelas berkecukupan dan tidak berkecukupan, karena akses pendidikan online pada dasarnya tetap terbatas.
Pihak universitas pada umumnya masih belum berhasil mengatasi permasalahan ini, dan tanpa ada dorongan dari pihak lain, solusi tidak akan datang dengan sendirinya.
Partisipasi Industri yang Belum Optimal
Pihak yang paling mendapatkan manfaat dari peningkatan kualitas tenaga kerja adalah pengusaha. Peningkatan kualitas tenaga kerja akan memberikan pasokan sumber daya manusia yang lebih baik. Sayangnya, peran serta industri dalam mendukung kebijakan pemerintah belum optimal.
Misalnya, respon korporasi terhadap “Super-Tax Deduction”, kebijakan yang fokus terhadap dalam peningkatan kualitas tenaga kerja yang uga menguntungkan industri. Kebijakan ini mengatur tentang pemberian insentif pajak sebesar 200 persen bagi industri yang mendukung pendidikan vokasional, seperti menerapkan kegiatan magang atau kegiatan peningkatan SDA lainnya yang berbasis kompetensi. Sayangnya, hanya 0,002% korporasi yang telah memanfaatkan fasilitas ini.
Platform Digital Sebagai Jembatan Bagi Pemerintah, Perguruan Tinggi, dan Industri
Platform digital dapat menjadi penengah bagi pemerintah, perguruan tinggi, dan industri dalam membuka akses pembelajaran digital dan meningkatkan partisipasi industri.
Akses tersebut dapat terbuka karena platform digital memiliki pasar yang besar. Hal ini memungkinkan terjadinya perubahan dari dorongan permintaan konsumen. Untuk memaksimalkan manfaatnya, platform digital dapat melakukan kerja sama dengan perguruan tinggi untuk memberikan kredensial bagi pengguna.
Platform digital juga dapat menawarkan berbagai produk dan layanan yang bernilai tinggi, seperti perkuliahan secara online, micro credential, dan pelatihan in-demand. Program pelatihan yang tepat dapat membekali pengguna dengan keterampilan jangka panjang dan berpengaruh pada peningkatan pendapatan.
Manfaat yang disajikan oleh platform digital tidak hanya menjadi kabar baik bagi tenaga kerja yang ingin meningkatkan kariernya, tetapi juga bagi pemerintah dan industri. Di satu sisi, platform digital membantu pemerintah dalam menunaikan kontrak sosialnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Di sisi lain, industri juga terbantu dengan adanya suplai sumber daya manusia yang kompetitif di pasar kerja. Maka dari itu, partisipasi platform digital dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang semestinya.