Pendapatan Operator Seluler Naik, Kenapa BHP Frekuensi Harus Turun?

Leo Dwi Jatmiko
Jumat, 1 September 2023 | 11:16 WIB
salah satu menara telekomunikasi yang dikelola oleh PT Bali Towerindo Sentra Tbk./balitower.co.id
salah satu menara telekomunikasi yang dikelola oleh PT Bali Towerindo Sentra Tbk./balitower.co.id
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Dorongan untuk hitung ulang biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi muncul dengan mempertimbangkan keberlanjutan bisnis perusahaan telekomunikasi.

Namun, penurunan tersebut bukanlah hal yang mudah, mengingat bisnis operator seluler di Tanah Air yang memperlihatkan pertumbuhan. 

Spektrum frekuensi atau dikenal dengan spektrum frekuensi radio adalah susunan pita frekuensi radio yang mempunyai frekuensi lebih kecil dari 3000 GHz. 

Frekuensi radio ini sangat terbatas dan memiliki peran penting sebagai sarana tempat ‘jalur’ pesan mengalir. Seluruh pesan yang melintas di udara telah memiliki jalurnya masing-masing dan diatur oleh pemerintah. 

Pemerintah juga menetapkan tarif penggunaan spektrum frekuensi agar manfaat yang diterima negara lebih optimal. 

Direktur Penataan Sumber Daya Ditjen SDPPI Kemenkominfo Denny Setiawan mengatakan tarif PNBP BHP Frekuensi Radio ditetapkan berdasarkan formula yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) no.80/2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika.  

Tarif tersebut hadir bertujuan untuk mendorong penggunaan spektrum frekuensi radio yang merupakan sumber daya alam terbatas agar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin.

Dia juga menjelaskan bahwa BHP Frekuensi memiliki fungsi sebagai tools regulasi dan selain itu termasuk kepada PNBP. Kemenkominfo pun menghitung nilai keekonomian sebelum memutuskan tarif BHP frekuensi. 

Kemenkominfo mengkaji penerapan tarif PNBP BHP Frekuensi Radio dimaksud sesuai potensi keekonomian dari masing-masing pita frekuensi radio,” kata Denny kepada Bisnis, Jumat (25/8/2023). 

Dalam perkembangannya, sejumlah pelaku usaha adanya rasionalisasi tarif BHP Frekuensi. Dorongan tersebut dilakukan di tengah pendapatan operator seluler yang tumbuh single digit pada semester I/2023. 

Mengenai dorong rasionalisasi tarif di tengah pendapatan operator yang tumbuh, Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Yosef M. Edward berpendapat bahwa nilai BHP yang ada saat ini sudah pas dan tidak perlu diubah. 

Namun, perubahan dimungkinkan untuk teknologi baru sebagai insentif sehingga dapat makin terakselerasi. 

“BHP yang sudah ada tidak perlu diubah. Hanya untuk teknologi baru yang memerlukan bandwidth yang lebar pada frekuensi tinggi harus ada penyesuaian. BHP merupakan variabel lebar bandwidth dan daya jangkau, serta aspek manfaat bagi masyarakat,” kata Ian. 

Ian mengatakan dengan penurunan BHP untuk teknologi baru, pendapat negara tetap akan bertambah, karena BHP yang dikurangi hanya untuk frekuensi baru. Tetapi biaya akhir yang jatuh di masyarakat akan menjangkau lebih banyak lapisan masyarakat. 

Sementara itu, Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (Idiec) M. Tesar Sandikapura menilai penurunan BHP frekuensi merupakan hal yang wajar, selama diimbangi dengan biaya layanan telekomunikasi yang juga terjangkau ke masyarakat. 

“Sudah operator telekomunikasi untung besar, harga internet mahal, terus minta BHP frekuensi turun. Itu kelewatan. Operator seluler minta turun supaya biaya operasional mereka rendah, marginnya besar. Jangan dimahalkan, kalau dapat jadi yang paling terjangkau di Asia,” kata Tesar. 

Tesar mengatakan dengan cara tersebut pendapatan pemerintah mungkin akan lebih turun, tetapi masyarakat mendapatkan tarif yang terjangkau sehingga mereka makin mudah dalam mengakses internet. 

Dilansir dari postel.go.id, PNBP yang disalurkan Kemenkominfo hakikatnya cenderung melandai. Pada 2020, PNBP Kemenkominfo mencapai Rp20,90 triliun, kemudian turun menjadi Rp20,43 triliun pada 2021, hingga akhirnya menjadi Rp19.84 triliun tahun lalu. Belum diketahui apa penyebab penurunan tersebut.  

Dari jumlah tersebut, 99 persen berasal dari Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) melalui BHP frekuensi. Total BHP frekuensi radio pada 2022 mencapai Rp19,65 triliun, yang menandakan pengelolaan spektrum frekuensi cukup optimal dan memberi kontribusi bagi negara. 

Untuk telekomunikasi, sebagai industri yang paling banyak memiliki stasiun radio yang terpasang di menara-menara telekomunikasi, secara total Kemenkominfoi telah mengalokasikan frekuensi radio sebesar 767 MHz. 

Jumlah ini akan bertambah dalam 1-3 tahun ke depan, yang berasal dari pita 700 MHz sebesar 90 MHz, pita 2600 MHz sebesar 190 MHz dan kemungkinan 3500 MHz.  

Spektrum frekuensi radio yang ada saat ini digunakan oleh PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), PT Indosat Tbk. (ISAT), PT XL Axiata Tbk. (EXCL) dan PT Smartfren Telecom Tbk. (FREN) untuk memberikan sinyal suara, sms hingga internet ke pasar ritel dan korporasi.  

Makin banyak spektrum yang digunakan maka BHP yang dibayarkan tentu makin besar.

Telkomsel menggunakan spektrum frekuensi sebesar 72,5 MHz untuk uplink (upload), 72,5 MHz untuk downlink (download), dan 50 MHz untuk 5G NR. Total keseluruhan spektrum yang digunakan adalah 145 MHz+50 MHz.  

Indosat Sementara itu, Indosat mengoperasikan 67,5 MHz untuk uplink dan 67,5 mHz untuk downlink. Total, spektrum yang dimanfaatkan oleh ISAT adalah 135 MHz, dengan frekuensi 2,1 GHz dan 1,8 GHz digunakan untuk 4G LTE dan 5G NR.  

Adapun XL Axiata mengoperasikan 45 MHz untuk uplink dan 45 MHz untuk downlink, total ada 90 MHz, dengan pita frekuensi 1,9 GHz dan 2,1 GHz digunakan untuk 5G. 

Smartfren (ST) Terakhir, Smartfren mengoperasikan 11 MHz untuk uplink dan 11 MHz untuk downlink di pita 800 MHz, dan 40 MHz di pita 2,3 GHz.

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper