Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menegaskan bahwa sharing infrastruktur aktif seperti spektrum frekuensi hanya berlaku untuk teknologi baru, dalam hal ini adalah teknologi 5G dan teknologi setelahnya.
Direktur Penataan Sumber Daya Ditjen SDPPI Kemenkominfo Denny Setiawan menjelaskan bahwa hakikatnya skenario berbagi infrastruktur ada beberapa jenis, sehingga perlu diperjelas terlebih dahulu jenis sharing seperti apa yang akan diimplementasikan antar-operator seluler.
Namun, berdasarkan pada Undang-Undang Cipta Kerja dan PP no.46/2021 tentang Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran, apabila berbagi infrastruktur mengharuskan adanya kerja sama penggunaan spektrum frekuensi radio, maka hal tersebut hanya dapat dilakukan untuk teknologi baru.
“Makna teknologi baru disini adalah 5G dan generasi berikutnya yang akan datang,” kata Denny kepada Bisnis, Jumat (25/8/2023).
Mastel meminta Kemenkominfo untuk menggelar frekuensi spektrum mid band atau high band untuk 5G secepatnya, mengingat spektrum merupakan nyawa dari 5G.
Dibutuhkan spektrum frekuensi sekitar 100 MHz untuk menggelar 5G yang optimal. Namun saat ini, paling besar operator seluler mengoperasikan 60 MHz dalam satu pita.
Ketua Infrastruktur Nasional Mastel Sigit PW Jarot mengatakan dengan hadirnya spektrum, maka use case atau kasus pemanfaatan 5G akan hadir dan menyesuaikan serta menyesuaikan dengan spektrum frekuensi baru yang ada.
“Dalam banyak kajian, yang paling penting adalah spektrum. Nyawanya adalah di spektrum,” ujar Sigit
Oleh karena itu, kata Sigit, keputusan pemerintah dalam menghadirkan 5G menjadi suatu hal yang krusial. Keputusan pemerintah dapat berdampak besar pada kesejahteraan atau pun kepuasan konsumen.
Belajar dari kasus 4G, kata Sigit, penambahan spektrum frekuensi 20 MHz saja dapat menarik 2 miliar manusia untuk beralih dari 3G ke 4G dalam 10 tahun.
“Untuk 5G seperti apa kita belum tahu,” ujar Sigit.