Bisnis.com, SOLO - Bulan Juli seharusnya menjadi penanda Indonesia sudah mulai memasuki musim kemarau.
Musim kemarau ini pun ditandai dengan adanya angin dingin di pagi dan malam hari, namun panas terik akan terjadi pada siang hari.
BMKG pun melaporkan saat ini 60% wilaya zona musim (ZOM) Indonesia telah memasuki musim kemarau sejak awal Juli.
Namun ternyata Indonesia masih mengalami peningkatan curah hujan di beberapa wilayah pada dua pekan terakhir ini.
Bahkan tingginya intensitas air hujan di sejumlah daerah menyebabkan banjir melanda rumah-rumah warga.
Lantas mengapa hujan masih terjadi padahal sudah memasuki musim kemarau?
BMKG menjelaskan bahwa curah hujan tinggi ini terjadi karena dipengaruhi oleh faktor geografis karena terletak di garis ekuator dan diapit dua benua besar dan dua samudera luas.
“Tak heran ada bagian wilayah Indonesia yang sedang kemarau dan lama tidak hujan namun di wilayah lainnya justru sedang banyak hujan bahkan tingginya intensitas curah hujan yang memicu bencana hidrometeorologi,” kata Prakirawan BMKG Kania Mustikawati dalam keterangan resminya, Senin (10/7/2023).
BMKG pun membagi pola hujan di berbagai wilayah Indonesia menjadi tiga pola hujan yaitu ekuatorial atau tropis yang ditandai dengan curah hujan yang tinggi sepanjang tahun dengan tidak ada musim kemarau yang kentara.
Kedua, pola hujan monsunal yang terlihat pergantian antara musim hujan dan musim kemarau yang jelas.
Dan yang terakhir adalah pola hujan lokal yang dicirikan dengan besarnya pengaruh kondisi lingkungan fisik setempat seperti bentang perairan atau lautan pegunungan yang tinggi serta pemanasan lokal yang intensif.
“Sehingga pada bulan Juni-Juli seperti sekarang pola hujan tipe monsun berada pada periode musim kemarau sedangkan pada tipe ekuatorial dan lokal pada bulan Juni ini dapat dikatakan berada pada periode musim hujan," jelasnya.
BMKG juga menjelaskan bahwa musim kemarau bukan berarti tidak ada hujan sama sekali, namun curah hujan pada suatu periode lebih rendah dibandingkan dengan periode lainnya.
Di sisi lain, Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menjelaskan beberapa faktor dinamika atmosfer yang menyebabkan hujan masih turun pada awal kemarau.
Di antaranya yakni aktifnya Madden Julian Oscillation (MJO) serta gelombang ekuator Kelvin dan Rossby.
Ketiga dinamika atmosfer tersebut dapat meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan dan secara tidak langsung meningkatkan curah hujan.
"Untuk itu, BMKG mengimbau kepada masyarakat terdampak, terutama yang masuk wilayah bahaya, untuk meningkatkan kewaspadaan dan mempersiapkan upaya mitigasi terhadap potensi hujan lebat hingga sangat lebat di sekitarnya," kata dia dikutip dari Antara.
Selain potensi hujan lebat, BMKG juga mengimbau masyarakat yang berada di pesisir untuk mewaspadai gelombang air laut tinggi.