Bisnis.com, JAKARTA - PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) memiliki sejumlah pertimbangan untuk menghadirkan layanan 5G ke daerah baru, di antaranya adalah penetrasi perangkat hingga gaya hidup masyarakat.
Vice President Corporate Communications Telkomsel Saki Hamsat Bramono mengatakan dalam pengembangan jaringan dan layanan 5G perusahaan melakukannya secara terukur dan bertahap.
Faktor penetrasi perangkat 5G, pertumbuhan pemanfaatan layanan internet cepat dan digital hingga ketersediaan frekuensi jaringan 5G yang memadai, menjadi beberapa hal yang menjadi pertimbangan anak usaha PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. itu.
“Selain itu tingkat average revenue per user [ARPU], serta adopsi gaya hidup digital masyarakat di wilayah tersebut juga menjadi penentu,” kata Saki kepada Bisnis.com, Kamis (23/3/2023).
Penggelaran 5G Telkomsel menjadi yang paling agresif di antara empat operator seluler di Tanah Air. Sebagai perbandingan pada Desember 2021 jumlah base transceiver station (BTS) yang dioperasikan Telkomsel sebanyak 113 BTS. Jumlah tersebut bertambah 150 BTS pada hingga 9 bulan pertama 2022.
Jumlah BTS 5G PT Indosat Tbk. tercatat sebanyak 90 BTS per Desember 2022, tumbuh 157 persen secara tahunan.
Saki juga menyambut positif penetrasi ponsel 5G di Indonesia yang melesat 62,5 persen year on year/yoy.
Menurutnya, pengembangan jaringan dan layanan 5G yang terukur dan bertahap juga harus berkolaborasi dengan pemangku kepentingan lainnya, salah satunya penyedia perangkat/gawai 5G yang makin terjangkau dan compatible dengan teknologi jaringan 5G di Indonesia.
“Kami berharap adopsi teknologi 5G baik dari tingkat penetrasi perangkat/ gawai hingga layanan digital berbasis 5G yang dapat memenuhi kebutuhan pelanggan, dapat semakin mengakselerasi penguatan ekosistem 5G di Indonesia secara lebih inklusif,” kata Saki.
Pada tahun ini Telkomsel menargetkan menghadirkan 5G di 131 titik, atau bertambah 82 titik dibandingkan dengan pencapaian pada 2022.
Saki tidak menyebutkan nilai investasi per titik yang digelontorkan dalam menghadirkan 5G, karena setiap titik berbeda-beda.
“Besaran nilai investasi sangat bergantung pada letak dan kondisi geografis wilayah, teknologi jaringan yang digunakan di wilayah tersebut, hingga kebijakan perizinan pembangunan menara yang ditetapkan pemerintah daerah setempat,” kata Saki.
Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Yosef M. Edward mengatakan untuk setiap titik (site) investasi yang harus digelontorkan operator seluler dalam menggelar 5G mencapai sekitar Rp2 miliar.
Sementara itu Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Mastel Sigit Puspito Wigati Jarot mengatakan berdasarkan informasi yang diperoleh investasi 5G sekitar 1,5 kali lebih mahal dibandingkan dengan 4G.