Bisnis.com, JAKARTA – Tiktok, aplikasi yang menyediakan beragam video pendek tersebut mengatakan bahwa saat ini terdapat 150 juta pengguna aktif bulanan yang berasal dari Amerika Serikat.
Angka tersebut menunjukkan kenaikan dari yang awalnya terdapat 100 juta pengguna per 2020.
Dilansir dari Reuters pada Selasa (21/3/2023), aplikasi asal China tersebut dianggap mengganggu keamanan nasional AS. Enam senator AS mendukung undang-undang di parlemen untuk memberi Presiden Joe Biden kekuatan baru guna melarang TikTok di negara tersebut.
Di Washington, aplikasi tersebut menghadapi pertentangan yang cukup besar. Adapun larangan yang diterapkan termasuk larangan aplikasi tersebut digunakan karena dikhawatirkan data penggunanya dapat jatuh ke tangan pemerintah China.
Pada September 2021, Tiktok mengatakan bahwa pihaknya telah memiliki lebih dari 1 miliar pengguna bulanan secara global.
Ketua Komite Intelijen Senat Mark Warner, yang mensponsori undang-undang untuk memberi pemerintah lebih banyak kekuatan untuk melarang TikTok, mengatakan dalam Christian Science Monitor bahwa menurutnya data TikTok di AS tidak aman.
"Gagasan bahwa data dapat dibuat aman di bawah undang-undang [Partai Komunis China], tidak, tidak dapat dipercaya," ungkapnya.
TikTok mengungkapkan bahwa mereka telah menghabiskan dana lebih dari US$1,5 miliar untuk mengupayakan keamanan yang ketat.
Jumlah angka baru ini menunjukkan popularitas aplikasi yang cukup luas, terutama di kalangan anak muda Amerika.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan AS Gina Raimondo mengatakan kepada Bloomberg News bahwa mungkin ada konsekuensi politik terhadap larangan TikTok di Negeri Paman Sam.
"Jiwa politik dalam diri saya berpikir Anda benar-benar akan kehilangan setiap pemilih di bawah 35 tahun, selamanya [jika TikTok dilarang]," ucapnya.
Pada pekan ini, beberapa pembuat konten TikTok akan berkunjung ke Washington untuk menjelaskan mengapa aplikasi tersebut tidak boleh dilarang.