Tenggat Kian Dekat, Apa Kabar Percepatan Gelar Sinyal 4G di Desa non-3T?

Leo Dwi Jatmiko
Minggu, 6 November 2022 | 21:03 WIB
Teknisi PT XL Axiata Tbk (XL Axiata) melakukan pemeliharaan perangkat pada menara Base Transceiver Station (BTS) di kawasan Lok Baintan, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Minggu (15/4/2019)./Bisnis-Rachman
Teknisi PT XL Axiata Tbk (XL Axiata) melakukan pemeliharaan perangkat pada menara Base Transceiver Station (BTS) di kawasan Lok Baintan, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Minggu (15/4/2019)./Bisnis-Rachman
Bagikan

1Komitmen XL Axiata dkk Gelar Jaringan 4G di Pedesaan

Untuk pembangunan base transceiver station (BTS) 4G di wilayah non-3T, XL Axiata telah merealisasikan 66,43 persen dari 861 wilayah yang menjadi bagian perseroan. 

“Hingga saat ini sudah terealisasi sebanyak 572 desa terpencil dan saat ini tentunya juga masih terus berlanjut,” kata Henry. 

Henry menuturkan, perseroan akan terus memacu pembangunan jaringan di wilayah non-3T sebagaimana komitmen pembangunan yang disepakati.

Sementara itu, Indosat Ooredoo Hutchison belum merespons pertanyaan Bisnis terkait realisasi kewajiban pembangunan BTS 4G di desa-desa non-3T.

Telkomsel sebagai operator yang paling banyak mendapat kewajiban membangun BTS di daerah non-3T juga belum memberikan tanggapan. 

Sementara itu, Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Mastel Sigit Puspito Wigati Jarot menilai belum terealisasi 100 persen pembangunan BTS 4G di wilayah non-3T karena daerah tersebut belum feasible untuk membangun dan mengoperasikan jaringan secara hitung-hitungan ekonomis. 

“Sehingga meskipun secara teknis, operator yang paling menguasai cara mengoperasikan jaringan dan menyediakan layanan jaringan, tapi besar kemungkinan sampai beberapa masa tertentu bisa jadi belum tentu memberi profit secara bisnis,” kata Sigit. 

Dia berpendapat jika ada mekanisme subsidi, dukungan kemudahan regulasi dan sejenisnya akan sedikit banyak membantu penyediaan jaringan 4G di desa-desa yang belum mendapat akses internet.

Beberapa regulasi yang dapat meringankan operator, misalnya kepastian kemudahan perizinan dari pemerintah daerah untuk menggelar jaringan dan terbebas dari ancaman berbagai pungutan lain yang membebani. 

“[Keringanan] lainnya, misalnya kemudahan untuk melakukan frekuensi sharing, yang saat ini meskipun sudah ada dalam UU Ciptaker, namun informasinya syaratnya sangat ketat sehingga tidak mudah diterapkan dan lain-lain,” kata Sigit. 

Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Yosef M. Edward berpendapat faktor pandemi Covid-19 dan keamanan menjadi penyebab tidak tercapai dengan target. Operator seluler, lanjutnya, sedang mengebut pembangunan BTS 4G di desa-desa dengan waktu yang tersisa. 

“Material bahan, SDM, keadaan alam/geografis dan keamanan dapat menghambat pembangunan desa non-3T,” kata Ian. 

Ian juga mengusulkan agar Kemenkominfo mencari tahu penyebab operator belum memenuhi target 100 persen pembangunan jaringan 4G. Kemenkominfo memiliki wewenang menjatuhkan sanksi administratif sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Sementara itu, Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan, jika operator tidak memenuhi target pembangunan BTS 4G, perlu ada sanksi sesuai kontrak bilamana dianggap wanprestasi. 

Dia berharap pembangunan internet di desa-desa akan terpenuhi sesuai target pada Desember 2022 . Pasalnya, 2 tahun hingga 2024  adalah masa krusial apakah Indonesia akan tetap pada posisi terbawah di kawasan Asia Tenggara, hanya di atas Kamboja, atau bisa menjadi terdepan dalam kecepatan internet mengalahkan Brunei Darussalam atau Singapura.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper