Bisnis.com, JAKARTA - Hampir semua orang saat ini memanfaatkan internet dalam menunjang aktivitas, baik bekerja atau bersekolah. Sayangnya, saat ini posisi internet Indonesia masih cukup jauh dibandingkan negara lainnya, yakni menduduki ranking ke-105 secara global.
Menurut laporan Speedtest Global Index, posisi internet Indonesia berada pada ranking 105 secara global pada Mei 2022. Adapun rata-rata kecepatan unduh adalah 16.52 Mbps, kecepatan unggah 9.90 Mbps dan latensi 28 ms.
Namun posisi ini turun 5 peringkat dibandingkan bulan sebelumnya. Kala itu, kecepatan download 17.96 Mbps, upload 10.22 Mbps, dan latensi 27 ms.
Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Muhamad Arif menilai persoalan kecepatan internet ini dipengaruhi banyak hal. Terlebih, Indonesia merupakan negara yang sangat luas dengan jumlah penduduk cukup tinggi.
"Tentunya hal ini akan berbeda jika dibandingkan dengan negara yang masyarakatnya sedikit. Tentu di sana akan terlihat speed-nya lebih cepat," kata Arif, Senin (11/7/2022).
Arif tidak menampik kecepatan internet memang sangat penting terlebih di era serba digital saat ini. Setiap orang yang menggunakan teknologi dalam beraktivitas pastinya menginginkan jaringan berkualitas plus kecepatan yang tanpa jeda.
Meski demikian, menurutnya saat ini yang terpenting adalah cakupan internet di Tanah Air. Dia berharap program pemerintah dalam mewujudkan konektivitas dari Timur ke Barat dapat segera terealisasi dan dinikmati masyarakat.
"Saya lebih berharap sekarang kita meningkatkan coverage dulu agar lebih banyak lagi masyarakat yang dapat menerima layanan internet. Semoga dengan adanya program BAKTI Kemenkominfo untuk Palapa Ring dan Satria akan segera menambah penetrasi jaringan di Indonesia," imbuhnya.
Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate mengatakan Indonesia membutuhkan setidaknya 1 Tbps kapasitas satelit sampai dengan 2030. Saat ini, baru terdapat 8 satelit untuk kebutuhan telekomunikasi nasional dengan kapasitas total 50 Gbps.
Dari jumlah itu, dia menyebut 27 Gbps-nya digunakan oleh sektor pemerintah sehingga memang membutuhkan dana yang cukup besar untuk menghadirkan layanan tersebut.
"Sisanya digunakan untuk sektor privat telekomunikasi," kata Johnny.
Maka dari itu, dia menegaskan bahwa saat ini pemerintah tengah menyiapkan dua High throughput satellites (HTS) yang sedang diproduksi dengan kapasitas 2x150 Gbps atau 300 Gbps (6 kali kapasitas satelit yang ada saat ini).
Adapun pada kuartal I/2023, rencananya akan diluncurkan satu satelit dengan kapasitas 150 Gbps dari Amerika Serikat. Adapun, satunya lagi yakni satelit dari Eropa akan diluncurkan pada kuartal kedua tahun depan dengan kapasitas yang sama.
"Selain dua HTS tersebut, Kemenkominfo juga baru-baru ini telah memberikan Hak Labuh [Landing Right] pada satelit Low Earth Orbit [LEO] dari Starlink. Ada juga opetator lain seperti One Web yang saat ini sedang kami evaluasi yang juga berkeinginan memberikan layanan infrastruktur tulang punggung kita," tutur Johnny.
Adapun satelit pertama ini adalah proyek Satelit Multifungsi Satelit Indonesia Raya (Satria-1). Saat ini proses pembangunannya masih berjalan sesuai dengan jadwal yang ditentukan di Prancis oleh Thales.
Proyek satelit Satria-1 merupakan bentuk nyata upaya pemerintah melalui Kemenkominfo untuk menyediakan konektivitas internet yang inklusif dan merata ke seluruh pelosok negeri, khususnya di wilayah 3T.
Nantinya setelah tahap pabrikasi selesai, satelit senilai Rp7,68 triliun itu akan diorbitkan dari Cape Canaveral, Florida, Amerika Serikat dengan roket Falcon 9-5500 SpaceX milik Elon Musk.
Jika proses produksi dan peluncuran ke orbit berjalan lancar, maka pada akhir 2023 Indonesia secara resmi memiliki satelit dengan kapasitas terbesar di Asia dan kelima terbesar di dunia.
Jika saat ini kapasitas maksimal Throughput adalah 155 Mbps, melalui teknologi HTS, kecepatan akses data bisa menembus 100 Gbps. Satelit berteknologi HTS juga mampu memancarkan beragam frekuensi pada semua jenis transponder, seperti Ka-Band, Ku-Band, dan C-Band.
Sesuai rencana, transmisi dari satelit Satria-1 akan digunakan pemerintah untuk menyediakan akses internet ke 150.000 titik layanan publik yang belum tersedia akses internet dari total 501.112 titik layanan publik di Indonesia. Terdiri dari 93.900 titik fasilitas pendidikan, 47.900 titik kantor pemerintah daerah, 3.900 titik markas polisi dan TNI, dan 3.700 titik puskemas.
Untuk Palapa Ring, Johnny menyebut saat ini terdapat 12.400 km dari 359.000 km fiber optic di Indonesia yang tersebar baik di darat dan di laut. Kemenkominfo juga telah memulai untuk membangun fiber optic integrasi dengan panjang sekitar 12.100 km di darat dan di laut.
Di saat yang bersamaan, lanjut Menkominfo, pemerintah dan operator seluler juga telah bekerja sama memastikan pembangunan Base Transceiver Station (BTS) di wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) dan non 3T atau komersial.
"Pembangunan infrastruktur ini diharapkan akan memperkecil kesenjangan digital. Dengan demikian keseluruhan wilayah Indonesia akan terhubung dan tersedia akses internet dan jaringan 4G sebagai back bone telekomunikasi kita," ucapnya.
Dari sisi operator seluler, laporan dari OpenSignal yang berjudul "Indonesia Mobile Network Experience Report" mengatakan bahwa Telkomsel, anak perusahaan milik PT Telkom Indonesia Persero Tbk. (TLKM) masih mendominasi jaringan di Indonesia.
Dalam laporan itu, Telkomsel jadi operator dengan pengalaman Upload Speed Experience terbaik dengan angka 7,7 Mbps, diikuti oleh Indosat dengan 7,2 Mbps, XL dengan 6,7 Mbps, Three dengan 5,9 Mbps, dan Smartfren dengan 1,7 Mbps.
Adapun, untuk Download Speed Experience, XL berhasil unggul dengan angka 18,7 Mbps. Setelahnya ada Telkomsel dengan kecepatan 16,3 Mbps, Indosat (14,1 Mbps), Three (11,1 Mbps), dan Smartfren (9 Mbps).
Terkait dengan capaian tersebut, Group Head Corporate Communications XL Axiata Tri Wahyuningsih mengeklaim bahwa XL Axiata memang selalu fokus untuk terus meningkatkan pengalaman pelanggan yang lebih baik (better customer experience), termasuk dalam menggunakan layanan data dengan kecepatan tinggi termasuk download speed.
"Untuk bisa mewujudkan hal tersebut, kami telah melakukan berbagai upaya di antaranya optimalisasi jaringan dan menjaga faktor-faktor hygiene di jaringan serta terus melakukan penambahan kapasitas di jaringan menyesuaikan dengan pola pergerakan dan pemakaian pelanggan," tutur Ayu.