Peperangan Israel vs Iran Meluas ke Dunia Maya, AS-China Berpotensi Terlibat

Leo Dwi Jatmiko
Sabtu, 14 Juni 2025 | 17:36 WIB
Ilustrasi bendera Israel dan Iran./REUTERS-Dado Ruvic
Ilustrasi bendera Israel dan Iran./REUTERS-Dado Ruvic
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Konflik militer antara Israel dan Iran kini memasuki babak baru di era perang hibrida (hybrid war). Kedua negara, yang sama-sama memiliki kemampuan siber destruktif tingkat tinggi, diprediksi meningkatkan intensitas serangan digital sebagai bagian dari strategi perang.

Para pakar keamanan siber memperingatkan Iran kemungkinan besar akan membalas serangan rudal Israel terhadap fasilitas nuklir dan komandan militernya dengan operasi siber, yang bahkan bisa menyasar target-target di Amerika Serikat.

"Saya memperkirakan akan ada komponen siber dalam aktivitas Israel dan Iran," ujar mantan penasihat Gedung Putih dan kini CEO Cyber Threat Alliance Michael Daniel.

Daniel menambahkan kedua negara mampu melakukan berbagai aksi, mulai dari serangan DDoS yang hanya mengganggu layanan daring sementara, hingga serangan wiper yang merusak sistem secara permanen.

Minimal, kedua pihak pasti menggunakan siber untuk spionase dan pengintaian,” kata Daniel.

Dilansir dari Register, Sabtu (14/6/2025) analis utama Google Threat Intelligence Group John Hultquist mengatakan bahwa aktivitas siber Iran selama ini memang sudah menargetkan pemerintah dan militer AS, namun eskalasi konflik bisa memperluas serangan ke infrastruktur vital milik swasta dan bahkan individu.

Meski Iran memiliki kapasitas untuk melakukan serangan destruktif, tingkat keberhasilan dan kecanggihan teknisnya masih terbatas. Pada 2023, kelompok CyberAv3ngers yang berafiliasi dengan Garda Revolusi Iran berhasil membobol sistem air di AS dengan memanfaatkan kata sandi default pada perangkat kontrol industri.

Mereka juga sempat mengendalikan sistem air dan bahan bakar di AS dan Israel menggunakan malware khusus. Namun, menurut Annie Fixler dari Foundation for Defense of Democracies, para peretas Iran belum sepenuhnya memahami akses yang mereka miliki.

"Mereka bisa saja menyebabkan gangguan besar jika lebih cerdas. Saya tidak akan terkejut jika Iran mengaktifkan lebih banyak operator siber untuk menyerang target di Israel dan AS," kata Fixler.

Ilustrasi serangan siber
Ilustrasi serangan siber

Dia menuturkan bahkan jika tidak ada perintah langsung dari Teheran, kelompok pro-rezim bisa saja bergerak sendiri.

Israel dinilai cukup tangguh menghadapi serangan siber Iran, namun Amerika Serikat justru memiliki banyak celah, terutama di sektor utilitas kecil dan operator infrastruktur penting. Fixler memperingatkan perusahaan-perusahaan AS harus waspada agar tidak menjadi target empuk bagi Iran.

Hultquist menambahkan, serangan siber Iran seringkali dilebih-lebihkan untuk tujuan psikologis. "Banyak serangan mereka bertujuan menimbulkan kepanikan, bukan kerusakan nyata, biasanya, mereka menggunakan wiper untuk menyerang infrastruktur penting. Kita mungkin akan melihat lebih banyak serangan seperti itu di Israel, bahkan di AS,” kata Hultquist.

Penasihat keamanan siber dan mantan anggota Komisi Keamanan Siber AS Tom Kellermann memperkirakan kelompok CyberAv3ngers dan Cyber Army Iran akan melancarkan serangan destruktif ke sektor air, listrik, dan transportasi, termasuk menggunakan ransomware NotPetya-style dan wiper.

Dia juga mengingatkan tentang potensi kolaborasi Iran dengan Rusia dan China, yang sama-sama memiliki kekuatan siber besar.

"Jika AS ikut terlibat, China bisa saja melancarkan serangan siber untuk membantu Iran. Jika Israel menyerang minyak Iran—yang banyak diimpor China—China juga bisa bertindak,” kata Kellermann

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper