Celios: IPO GoTo dan Grab Belum Berdampak pada Kesejahteraan Mitra Pengemudi

Ahmad Thovan Sugandi
Minggu, 27 Maret 2022 | 19:21 WIB
Mitra layanan ojek daring Gojek menunjukkan logo merger perusahaan Gojek dan Tokopedia yang beredar di media sosial di shelter penumpang Stasiun Kereta Api Sudirman, Jakarta, Jumat (28/5/2021). Sejumlah mitra pengemudi Gojek berharap mergernya dua perusahan ?startup? Gojek dan Tokopedia memberikan dampak positif bagi kalangan mitra dengan meningkatnya bonus dan insentif karena penggabungan tersebut telah meningkatkan nilai atau valuasi perusahaan./ANTARA FOTO-Aditya Pradana Putra
Mitra layanan ojek daring Gojek menunjukkan logo merger perusahaan Gojek dan Tokopedia yang beredar di media sosial di shelter penumpang Stasiun Kereta Api Sudirman, Jakarta, Jumat (28/5/2021). Sejumlah mitra pengemudi Gojek berharap mergernya dua perusahan ?startup? Gojek dan Tokopedia memberikan dampak positif bagi kalangan mitra dengan meningkatnya bonus dan insentif karena penggabungan tersebut telah meningkatkan nilai atau valuasi perusahaan./ANTARA FOTO-Aditya Pradana Putra
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Langkah IPO para perusahaan rintisan, seperti GoTo dan Grab dinilai belum sepenuhnya memberi dampak langsung terhadap kesejahteraan para mitra pengemudi.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menyebut bisnis startup penyedia ride-hailing dan bisnis yang mengandalkan pengantaran berbasis aplikasi pada awalnya menggunakan promo dan diskon untuk menarik pelanggan baru.

"Menurut saya selain user acquisition, bakar uang juga dimanfaatkan untuk menyingkirkan pesaing yang modalnya lebih kecil," ujarnya, Minggu (27/3/2022).

Namun, strategi tersebut, menurut Bhima memiliki batasan, karena jika bakar uang terus berlanjut dalam jangka panjang akan berdampak terhadap pengembalian dana investasi.

Di sisi lain, dia menambahkan, bagi perusahaan modal ventura, strategi promo dan diskon diperlukan oleh startup yang sedang tumbuh.

Sementara itu, ketika startup sudah IPO, akan kesulitan melakukan bakar uang untuk diskon karena berakibat pada turunnya performa laporan keuangan dan berlanjut pada sentimen negatif investor publik.

"Dalam konteks IPO, perusahaan pasti mengengedepankan persepsi investor publik, sehingga promo berkurang. Namun pengurangan promo yang berkelanjutan punya dampak negatif terhadap hubungan para driver dan aplikator," ujarnya.

Bhima mencontohkan, ada beberapa fenomena yang bisa dilihat dari aksi mitra pengemudi menjelang IPO GoTo dan IPO Grab. Pertama, driver sebagai mitra paling penting sistem ride-hailing dan pesan-antar makanan merasa bahwa IPO hanya menguntungkan investor.

Sementara itu, belum ada gambaran detail terkait dampak IPO GoTo dan Grab terhadap kesejahteraan bagi mitra pengemudi. "Apakah akan ada kenaikan tarif per km nya? Apakah ada bonus tambahan jika driver mencapai target? Belum ada penjelasan mengenai hal tersebut," jelasnya.

Kedua, dia melanjutkan, status pengemudi juga masih sebagai mitra, padahal di negara lain mulai memberlakukan hak dan status pekerja bagi industri ride-hailing. Salah satunya adalah kasus Uber di Inggris yang didakwa melanggar hak pekerja, sehingga para mitra diputuskan oleh pengadilan sebagai pekerja.

"Sistem sharing economy yang semu cenderung menempatkan driver sebagai rantai layanan yang paling bawah," jelas Bhima.

Ketiga, Bhima mengatakan, aksi unjuk rasa merupakan bentuk sinyal kepada calon investor bahwa IPO seharusnya menguntungkan pihak pengemudi dan juga prasyarat GoTo dapat diterima oleh investor khususnya investor institusi.

Beberapa investor menerapkan standar ESG (Environment, Social & Governance) yang cukup ketat sebelum memutuskan berinvestasi di saham teknologi. Dalam poin ‘Social’ terdapat pra-syarat hubungan ketenagakerjaan yang adil dan harmonis, isu itu yang hendak disampaikan oleh para driver.

Sebagai informasi, dalam akun twitter-nya Peneliti di Institute of Governance and Public Affairs (IGPA) Universitas Gadjah Arif Novianto, pada Kamis (24/3/2022) menyebut, telah terjadi aksi dari pengemudi ojol dalam skala besar.

"Informasi yang saya terima, terjadi pemogokan (off bid) di sekitar 13 Kabupaten/Kota dan ada 3 kota yg menggelar aksi massa. Meluasnya aksi tersebut akibat makin dikuranginya kesejahteraan ojol," ujarnya, Minggu (27/3/2022).

Seperti dilaporkan oleh Solopos.com, ribuan pengemudi ojek oline yang tergabung dalam Paguyuban Gojek Driver Jogjakarta (Pagodja) melakukan aksi damai di depan kantor Gojek di Umbulharjo, Yogyakarta pada Kamis (24/3/2022).

Mereka menuntut manajemen Gojek untuk mengembalikan tarif minimal dari Rp6.400 ke Rp8.000 serta level platinum, gold, silver dan basic dihilangkan untuk dikembalikan pada insentif lama.

Sementara itu, ratusan pengemudi ojek online demonstrasi di depan kantor Gubernur Jawa Tengah, Senin (7/3/2022).

Humas Asosiasi Driver Online (ADO) Astrid Jovanka mengatakan pengemudi ojek online menuntut perubahan tarif dari aplikator. "Tarif ini sebetulnya sudah polemik lama dari tahun ke tahun, dari dulu sampai sekarang," tegasnya.

Di mengungkapkan dari waktu ke waktu, tarif yang didapatkan pengemudi ojek online bukannya meningkat, namun malah menurun. "Yang tadinya harga Rp7.200 sekarang tarif turun menjadi Rp6.400 per 0-4 kilometer," imbuhnya.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Editor : Hafiyyan
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper