Bisnis.com, JAKARTA - Literasi dan jumlah bunga dianggap jadi faktor penting dalam upaya startup penyedia pinjaman modal atau peer-to-peer/P2P lending untuk mampu merambah segmen UMKM.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menyebut, dari berbagai survei termasuk yang dilakukan Bank Dunia, UMKM memang relatif masih mengandalkan pinjaman dari keluarga atau orang terdekat.
"Ironisnya, tidak sedikit yang meminjam dari rentenir dengan bunga yang cukup tinggi, bahkan juga ada yamg terjebak hutang oleh pinjol ilegal," ujarnya, Rabu (16/3/2022).
Menurut Bhima, yang bisa dilalukan para startup permodalan adalah menjangkau UMKM, mendorong inklusifitas akses permodalan, dan sekaligus menurunkan biaya bunga.
"Biaya administrasi dan biaya denda harus diperhatikan karena itu sangat berpengaruh ke keputusan calon peminjam," ujarnya.
Bhima menyayangkan, banyak platform yang memanfaatkan longgarnya regulasi pembiayaan, tetapi justru menyediakan pinjaman dengan bunga yang tinggi. Dengan itu, harus ada edukasi dan pendampingan agar para UMKM berkenan mengakses pinjaman legal, terutama pengusaha pemula.
Di sisi lain, Peneliti ekonomi digital Institut for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menyebut, bisnis penyedia jasa pinjaman modal masih punya potensi bagus ke depan.
"Memang data Badan Pusat Statistik juga menyebut sebagian besar pelaku UMKM masih mengandalkan modal sendiri dan dari keluarga," ujarnya.
Dengan itu menurut Huda, peluang para startup sebagai penyalur pinjaman terbuka lebar. Namun kinerja startup juga harus didukung tingkat literasi keuangan dan akses digital yang memadai.
"Literasi dan inklusi keuangan UMKM kita masih relatif rendah. Akibatnya mereka tidak dapat mengakses keuangan perbankan," ujar Huda.
Sementara itu, menurut survei yang dilakukan Mambu terhadap lebih dari 1.000 pemilik UMKM di seluruh dunia, termasuk UMKM dari Indonesia, yang dipaparkan dalam rilis 15 Maret 2022, menyebutkan lebih dari separuh (57 persen) UMKM Indonesia terpaksa mengandalkan modal pinjaman dari teman dan keluarga. Adapun 41 persen sisanya menggunakan dana pribadi dalam memulai bisnis mereka.
Dari sekian UMKM yang tidak dapat memperoleh dana usaha yang cukup, 37 persen mengalami kesulitan arus kas, 37 persen tidak dapat meluncurkan produk atau layanan baru, dan 35 persen kesulitan membayar kembali pinjaman kepada kreditur.