Bisnis.com, JAKARTA - Konflik di Ukraina dinilai berdampak pada kinerja perusahaan rintisan di negara tersebut. Di sisi lain, hal itu dianggap sebagai kesempatan bagi startup Indonesia untuk mendapat limpahan dana investasi dari investor global.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menyebut, beberapa startup di Ukraina mencoba untuk melakukan pengalihan operasional ke negara lain khususnya di kawasan Eropa dan Asia.
"Situasi yang tidak kondusif akan menekan gross merchandise value khususnya startup berbasis e-commerce yang pasarnya di Rusia dan Ukraina," ujarnya, Senin (14/3/2022).
Menurut Bhima, kondisi tersebut dapat menjadi peluang bagi pemain startup di Indonesia, karena adanya peralihan dari investor global ke Asia dengan adanya terjadinya invasi Rusia ke Ukraina yang kemudian berdampak pada kinerja perusahaan rintisan di sana.
Dia menambhakan, beberapa startup yang potensial diincar oleh perusahaan modal ventura global untuk saat ini adalah adalah e-commerce, agritech, insurtech dan industri gim.
Menurutnya, dampak langsung dari kondisi Ukraina bisa mempengaruhi stabilitas pendanaan startup apabila modal ventura memiliki portofolio yang cukup besar di kawasan Eropa timur-Rusia. Jika aliran dana terhambat maka startup harus segera mencari alternatif pendanaan, melalui IPO di pasar saham, atau mencari investor baru dalam bentuk private placement.
Sementara itu, dia menyebut, untuk dampak tidak langsungnya adalah persepsi risiko dari investor cenderung mengalami kenaikan sehingga lebih selektif memilih calon startup yang didanai. "Proses due diligence akan memakan waktu lebih lama lagi, karena investor harus diyakinkan soal proyeksi penjualan yang realistis, atau ekspansi yang memiliki dasar bukan sekedar bubble," ujarnya.
Menurut laporan The Verge, (2/3/2022) lalu, perusahaan rintisan Reface, penyedia aplikasi yang memungkinkan pengguna menukar wajahnya dengan sosok lain (edit foto), yang berbasis di Ukraina, terpaksa menjalankan perusahaan dari tempat perlindungan bom di bawah tanah.
Para pekerja dari Reface sebagian memutuskan untkk berlindungi bawah tanah, mengungsi, atau bahkan menjadi sukarelawan perang. Uniknya, Reface memiliki 5 juta pengguna di Rusia.
Memanfaatkan itu, Reface terus mengirimkan pesan dan kondisi terkini yang terjadi di Ukraina kepada para penggunanya di Rusia sembari mengharapkan dukungan serta simpati.
Reafce (dulunya bernama Doublicat) sendiri merupakan startup terkenal di Ukraina dengan 200 karyawan. Startup tersebut sempat ramai diperbincangkan pada 2020 lalu dan pernah menduduki posisi atas sebagai aplikasi yang paling banyak diunduh.
Ironisnya, konflik di Ukraina terjadi di saat industri teknologi di negara tersebut sedang mengalami kenaikan.