Bisnis.com, JAKARTA - Dorongan agar perusahaan teknologi indonesia melakukan aksi initial public offering (IPO) terus digencarkan. Upaya tersebut dilakukan agar membawa angin segar bagi ekonomi nasional, terutama bagi transformasi digital Indonesia.
Bahkan, sejak tahun lalu, pemerintah terus mendorong agar perusahaan teknologi yang berstatus unicorn untuk segera melantai agar membawa inovasi baru serta membuka kesempatan investor Tanah Air memperkaya aset dengan berinvestasi dalam aset berteknologi.
Memang, belakangan ini perusahaan teknologi menjadi perhatian para investor saham seiring dengan terus meningkatnya penetrasi teknologi informasi dan digitalisasi dalam segala bidang. Terlebih lagi, indeks saham teknologi terus mencatatkan pertumbuhan.
Menyusul raksasa teknologi Bukalapak, dikabarkan GoTo Group, entitas gabungan dari Gojek dan Tokopedia juga akan melantai di bursa saham tanah air. Penawaran umum perdana saham GoTo di BEI tentunya sangat ditunggu-tunggu investor.
Kepala Riset Samuel Sekuritas Suria Darma mengatakan, salah satu daya tarik IPO GoTo adalah potensi kapitalisasinya yang sangat besar. Perhitungan indeks harga saham gabungan (IHSG) di bursa yang menggunakan sistem floating juga akan menguntungkan IPO GoTo. Namun hal ini tergantung harga IPO dan floating saham perusahaan teknologi itu.
"Emiten teknologi itu seringkali setelah IPO floatingnya naik, karena banyak pemegang saham lama di bawah 5% jadi terdilusi. Perhitungan indeks dengan sistem floating akan positif buat GoTo jika penawaran harganya menarik dan floatingnya tinggi," ujar Suria Dharma dalam keterangan resminya, Jumat (4/2/2022).
Lebih jauh Suria mengungkapkan, meski sudah ada indeks saham teknologi namun saat ini kepemilikan institusi terhadap saham-saham berbasis teknologi masih rendah. Menurutnya jika bobot sektor teknologi besar, institusi tentu akan masuk.
“Disitulah GoTo menjadi menarik karena pilihannya belum banyak. Hanya saja catatannya, IPO GoTo bisa terkena sentimen IPO perusahaan teknologi sebelumnya yang sahamnya turun," ungkapnya.
Sebagai ekosistem bisnis yang besar dan saling melengkapi, kata Suria, GoTo memiliki lebih banyak peluang untuk menciptakan nilai tambah baru dalam ekosistem digitalnya ini. Apalagi dalam ekosistem GoTo terdapat layanan on-demand, e-commerce dan financial services dengan 100 juta pengguna aktif, 2 juta lebih mitra driver dan 11 juta mitra UMKM, ini menjadi pasar yang besar.
GoTo juga meningkatkan value perusahaan dengan melahirkan ekosistem kendaraan listrik bernama Electrum yang menggandeng Gogoro, perusahaan teknologi global baterai swap yang berbasis di Taiwan untuk menciptakan ekosistem kendaraan listrik roda dua.
Suria mengatakan, untuk mengukur daya tarik GoTo sebenarnya bisa dilihat dari aktivitas pra-IPO yang sudah dijalankan. Pelepasan saham melalui pra IPO ini juga menjadi salah satu cara untuk menarik partisipasi investor institusi untuk masuk ke GoTo.
Di akhir tahun lalu GoTo telah berhasil menarik dana investor institusi hingga senilai USD 1,3 miliar. Sejumlah investor global ikut berpartisipasi dalam pra IPO tersebut. Di antaranya Abu Dhabi Investment Authority (ADIA), Avanda Investment Management, Fidelity International, Google, Permodalan Nasional Berhad (PNB), Primavera Capital Group, SeaTown Master Fund, Temasek, Tencent, dan Ward Ferry.
Kendati begitu, valuasi dan pertumbuhan bisnis perusahaan teknologi, lanjutnya, akan sangat dipengaruhi oleh tren suku bunga ke depan. Kecenderungan The Fed untuk menaikkan suku bunga secara agresif, kata Suria, akan membuat sektor teknologi paling kena duluan terutama perusahaan teknologi yang growth-nya tinggi dan kapitalisasinya besar