Bisnis.com, JAKARTA – Masa pandemi Covid-19 diyakini mendorong ledakan kebutuhan data. Kndisi ini merupakan salah satu implikasi dari perlunya seluruh sektor dalam semua lingkup aktivitas masyarakat untuk melakukan digitalisasi.
Berdasarkan data International Data Corporation (IDC), dalam kurun waktu 2018—2025, terjadi pertumbuhan data di seluruh dunia sebanyak 61 persen per tahun.
Koordinator Sekretariat Satu Data Indonesia Tingkat Pusat Kementerian PPN/Bappenas Oktorialdi mengatakan situasi di Indonesia sendiri diperkirakan tidak berbeda jauh dengan kondisi dunia, terlebih lagi penetrasi internet di Tanah Air yang terus meningkat.
“Ketergantungan semua pihak, baik publik, organisasi swasta maupun instansi pemerintah juga semakin besar terhadap ketersediaan data. Di satu sisi, data menjadi sesuatu yang makin berharga, yaitu data yang dapat memberikan insights,” ujarnya, Minggu (8/8/2021).
Namun, dia mengatakan bahwa di sisi lain, data menjadi sesuatu yang makin mudah didapatkan, dan makin rentan terhadap ancaman keamanan dan pelanggaran privasi. Walakin, berbagai pihak semakin protektif terhadap aset data yang dimiliki dan makin mahal untuk dimanfaatkan.
Oktorialdi mengatakan Satu Data Indonesia terus berupaya mencari jalan terbaik agar ledakan data ini menjadi sesuatu yang bermanfaat. Hal ini bisa mempertimbangkan pemanfaatan data oleh lebih banyak pihak sekaligus menjaga keamanan data dan perlindungan data individu.
Selain membangun sistem tata kelola terkait data di instansi pemerintah, Satu Data Indonesia juga berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) agar pemanfaatan data dapat terakselerasi dengan tetap menjaga keamanan data.
Dia menjelaskan, saat ini penggunaan data di lingkungan pemerintah terfokus di masing-masing Kementerian/Lembaga (K/L) dan daerah. Mereka menggunakan sesuai dengan kebutuhannya, yang kebanyakan berasal dari data yang mereka produksi dan data dari Badan Pusat Statistik.
Namun, dia melanjutkan yang jadi masalah bagi pengguna data adalah banyak data yang dihasilkan oleh lembaga yang belum terstandarisasi sesuai dengan aturan yang berlaku. Alhasil, pengambilan kebijakan untuk perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, serta monitoring dan evaluasi masih belum berstandar pada data yang akurat, dapat dipercaya, dan dipertanggungjawabkan.
“Akhirnya, yang terjadi adalah terciptanya cluster data sesuai kebutuhan yang menjadikan data terkotak-kotak berdasarkan kebutuhannya saja, sedangkan data sebenarnya memiliki fungsi yang lebih,” ujarnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan tantangan pemanfaatan data di Indonesia adalah belum adanya keseragaman standar terkait data yang diterapkan secara menyeluruh oleh pemerintah pusat dan daerah.
Ada jenis data yang sama diproduksi oleh lembaga yang berbeda menghasilkan hasil yang berbeda sehingga usaha untuk memanfaatkan data tidak begitu menjadi mainstreaming dalam pemerintah.
Dia meyakini standar terkait data ini merupakan syarat mutlak agar data-data tersebut dapat digunakan sehingga memudahkan pemanfaatan data, baik untuk publik maupun pemerintah.
“Seperti kita ketahui, melakukan integrasi data antar dua perusahaan saja merupakan pekerjaan yang tidak mudah. Di Indonesia, terdapat lebih dari 630 Walidata yang terdiri dari Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah, yang seluruhnya terdapat lebih dari 27.000 aplikasi,” katanya.
Dia melanjutkan, dengan cakupan sebesar itu, untuk memastikan bahwa data-data tersebut memiliki kualitas yang baik serta dapat dimanfaatkan bukan sesuatu yang dapat dilakukan secara singkat.