Aktivitas Digital Melesat, Indonesia Butuh Pusat Data Hyperscale

Leo Dwi Jatmiko
Rabu, 7 Juli 2021 | 08:41 WIB
Pusat Data. /DAIMLER
Pusat Data. /DAIMLER
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Penyelenggara Data Center Indonesia (IDPRO) menilai kehadiran pusat data hyperscale dibutuhkan untuk mendukung aktivitas digital yang terus tumbuh.  

Sekjen IDPRO Teddy Sukardi menjelaskan pusat data hyperscale menyediakan skalabilitas yang sangat tinggi. Pusat data dengan jenis ini memiliki kemampuan untuk meningkatkan terus-menerus kapasitas layanannya dengan mudah dan cepat, sesuai kebutuhan. 

Umumnya, kata Teddy, perusahaan yang menggunakan pusat data semacam ini adalah perusahaan yang memiliki pertumbuhan sangat cepat di atas 30 persen per tahun. Di tengah era digital, pertumbuhan sebesar itu bukanlah hal yang mustahil. 

“Dengan semakin banyaknya kegiatan perdagangan, layanan publik dan kehidupan sosial berbasis digital, kebutuhan akan pusat dan jaringan internet yang andal akan tumbuh terus,” kata Teddy kepada Bisnis, Selasa (6/7/2021). 

Tidak hanya itu, kata Teddy, saat ini beberapa perusahaan juga melakukan transformasi dalam bisnis. Sejumlah perusahaan mulai melepas pusat data yang dikelola sendiri dan memilih menyewa kepada perusahaan yang fokus mengurus pusat data. 

Meski demikian, kata Teddy, untuk perusahaan dengan pertumbuhan bisnis moderat - sekitar 10 -30 persen per tahun - biasanya masih menggunakan layanan pusat data biasa. 

Adapun mengenai investasi dalam membangun pusat data hiperskala, Teddy mengatakan harganya bervariasi. Hal itu bergantung dari arsitektur rancangan banguna, teknologi, ketersediaan ruangan sistem pendinginan dan pasokan energi. 

“Belanja modalnya sekitar US$50 juta sampai US$500 juta per lokasi,” kata Teddy. 

Ia menambahkan tantangan dalam membangun pusat data hiperskala ada dua yaitu, modal besar dan energi. 

Pusat data hyperscale membutuhkan pasokan listrik yang cukup untuk menjamin agar pusat data dapat beroperasi tanpa henti dan tanpa terganggu. Sementara pemerintah masih tidak jelas dalam penyediaan pasokan energi, khususnya energi alternatif. 

“Kita sangat lambat dalam penyediaan energi alternatif dalam skala besar karena kebijakannya masih maju mundur,” kata Teddy. 

Merujuk pada  laporan Synergy Research Group yang dipublikasi oleh Channel Asia, perusahaan pusat data dan perusahaan teknologi dunia meningkatkan belanja modalnya sebesar 31 persen pada kuartal I/2021, dibandingkan dengan kuartal I/2020.  

Total belanja modal yang dihabiskan oleh perusahaan pusat data global pada kuartal I/2021 sekitar US$149 miliar.  Peningkatan belanja modal didorong oleh meningkatnya aktivitas digital terlebih saat pandemi Covid-19.  

Belanja modal tersebut digunakan oleh para pemain pusat data dan teknologi global untuk membangun, memperluas, dan melengkapi pusat data. Analisa tersebut diukur berdasakan jejak 20 perusahaan pusat data dan perusahaan teknologi di dunia. 

Amazon, Google, Microsoft, Facebook, Apple, Alibaba dan Tencent menjadi perusahaan pusat data dan perusahaan teknologi global yang paling banyak menggelontorkan belanja modal untuk membangun pusat data hyperscale.

Kemudian, pada Maret 2021, analis konsultan bisnis Frost & Sullivan mengungkapkan bahwa investasi global dalam infrastruktur pusat data diperkirakan akan melonjak melewati US$26 miliar pada 2025, jumlah tersebut naik dibandingkan 2019 yang hanya mencapai US$16,73 miliar.

Pertumbuhan ini didorong oleh pembuatan data yang merajalela dan permintaan yang melesat.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper